Menampilkan semua entri dengan kategori “History”




08 March 2013



Seorang filsuf Yunani, sebagaimana dikutip oleh Gie mengatakan :
"Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda."

Meninggal di usia muda, mungkin bagi beberapa orang berarti semakin sedikit waktu bersama dengan mereka yang kita sayangi atau semakin sedikit waktu kita untuk berbuat sesuatu bagi kehidupan yang lebih baik. Namun meninggal di usia muda membuat kita tidak banyak melakukan perbuatan yang tercela. Menurut hasil penelitian, usia seseorang dikatakan muda dalam arti umur produktif adalah umur 15 dan berakhir di usia 35 tahun. Berikut ini beberapa orang yang meninggal di usia muda.



1.  Thomas Mattulessy / Kapitan Pattimura (1783 – 1817)


Thomas Mattulessy atau juga dikenal dengan nama Kapitan Pattimura adalah pahlawan Ambon dan merupakan Pahlawan Nasional Indonesia. Ia lahir di Hualoy, Seram Selatan, Maluku, 8 Juni 1783.

Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.

Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC, Kapitan Pattimura pernah berkarier dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris, sampai akhirnya pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda yang kemudian menetapkan kebijakan-kebijakan yang merugikan masyarakat Maluku. Kata “Maluku” berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja. mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan.

Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal tidak. Menurut Sejarawan Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.

Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan “kapitan” yang melekat pada diri Pattimura itu bermula. Kapitan Pattimura meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 (pada umur 34 tahun).


Next » Mereka Yang Meninggal di Usia Muda (2)
Read more

15 February 2013

Prinsip dasar kamera obscura


Teori yang dilahirkan Al-Haitham juga mampu mematahkan teori penglihatan yang diajukan dua ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. 

Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia bisa melihat karena ada cahaya keluar dari mata yang mengenai objek. 

Berbeda dengan keduanya, Ibnu Haitham mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bisa terlihat.

Secara detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri. 

Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil penelitian Al-Haitham itu lalu dikembangkan Ibnu Firnas di Spanyol dengan membuat kaca mata.

Dalam buku lainnya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul “Light dan On Twilight Phenomena”, Al-Haitham membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana.

Menurut Al-Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk timur. Warna merah pada senja akan hilang apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Ia pun menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.

Al-Haitham juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu digunakan para saintis di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Sayangnya, hanya sedikit yang terisa.
Bahkan karya monumentalnya, “Kitab Al-Manazhir”, tidak diketahui lagi keberadaannya. Orang hanya bisa mempelajari terjemahannya yang ditulis dalam bahasa Latin. (rep)
Read more

Prinsip dasar kamera obscura

Setelah itu, Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada  1665 M.  

Setelah 900 tahun dari penemuan Al-Haitham, plat-plat foto pertama kali digunakan secara permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura. Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827.

Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean. Dia mengembangkan plat-plat dalam perjalanan kamar gelapnya—yang dikonversi gerbong. 

Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan Al-Hitham dengan baik sekali. Eastman menciptakan kamera kodak. Sejak itulah, kamera terus berubah mengikuti perkembangan teknologi.

Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat pesawat terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia  II kamera obscura juga digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio. Begitulah penciptaan kamera obscura yang dicapai Al-Haitham mampu mengubah peradaban dunia. 

Peradaban dunia modern tentu sangat berutang budi kepada ahli fisika Muslim yang lahir di Kota Basrah, Irak itu. Al-Haitham selama hidupnya telah menulis lebih dari 200 karya ilmiah. Semua didedikasikannya untuk kemajuan peradaban manusia.  

Sayangnya, umat Muslim lebih terpesona pada pencapaian teknologi Barat, sehingga kurang menghargai dan mengapresiasi pencapaian ilmuwan Muslim di era kejayaan Islam.

Sejarah Sang Penemu Kamera Obscura
Tahukah anda, kata kamera yang digunakan saat ini berasal dari bahasa Arab, yakni qamara?  

Istilah itu muncul berkat kerja keras Al-Haitham. Bapak fisika modern itu terlahir dengan nama Abu Ali Al-Hasan Ibnu Al-Hasan Ibnu Al-Haitham di Kota Basrah, Persia, saat Dinasti Buwaih dari Persia menguasai Kekhalifahan Abbasiyah.

Sejak kecil Al-Haitham dikenal berotak encer. Ia menempuh pendidikan pertamanya di tanah kelahirannya. Beranjak dewasa ia merintis kariernya sebagai pegawai pemerintah di Basrah. Namun, Al-Haitham lebih tertarik untuk menimba ilmu dari pada menjadi pegawai pemerintah.

Setelah itu, ia merantau ke Ahwaz dan metropolis intelektual dunia saat itu, yakni Kota Baghdad. Di kedua kota itu ia menimba beragam ilmu. Ghirah keilmuannya yang tinggi membawanya terdampar hingga ke Mesir.

Al-Haitham pun sempat mengenyam pendidikan di Universitas Al-Azhar yang didirikan Kekhalifahan Fatimiyah. Setelah itu, secara otodidak, ia mempelajari hingga menguasai beragam disiplin ilmu seperti ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, fisika, dan filsafat.

Secara serius dia mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Beragam teori tentang ilmu optik telah dilahirkan dan dicetuskannya. Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Konon, dia telah menulis tak kurang dari 200 judul buku.

Dalam salah satu kitab yang ditulisnya, Alhazen—begitu dunia Barat menyebutnya—juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam. Ia pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi.

Keberhasilan lainnya yang terbilang fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra penglihatan manusia secara detail. Tak heran, jika 'Bapak Optik' dunia itu mampu memecahkan rekor sebagai orang pertama yang menggambarkan seluruh detil bagian indra pengelihatan manusia. Hebatnya lagi, ia mampu menjelaskan secara ilmiah proses bagaimana manusia bisa melihat.
(rep)

Kamera Obscura, Penemuan Saintis Muslim yang Melegenda (3-habis)
Read more


Prinsip dasar kamera obscura

Surat kabar terkemuka di Inggris, The Independent, pada edisi 11 Maret 2006 sempat menurunkan sebuah artikel yang sangat menarik bertajuk ''Bagaimana para inventor muslim mengubah dunia?'' 

The Independent menyebut sekitar 20 penemuan penting para ilmuwan Muslim yang mampu mengubah peradaban umat manusia, salah satunya adalah penciptaan kamera obscura.

Kamera merupakan salah satu penemuan penting yang dicapai umat manusia. Lewat jepretan dan bidikan kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. 

Teknologi pembuatan kamera, kini dikuasai peradaban Barat serta Jepang. Sehingga, banyak umat Muslim yang meyakini kamera berasal dari peradaban Barat.

Jauh sebelum masyarakat Barat menemukannya, prinsip-prinsip dasar pembuatan kamera telah dicetuskan seorang sarjana Muslim sekitar 1.000 tahun silam. Peletak prinsip kerja kamera itu adalah seorang saintis legendaris Muslim bernama Ibnu Al-Haitham. Pada akhir abad ke-10 M, Al-Haitham berhasil menemukan sebuah kamera obscura.

Itulah salah satu karya Al-Haitham yang paling menumental. Penemuan yang sangat inspiratif itu berhasil dilakukan Al-Haithan bersama Kamaluddin Al-Farisi. Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. 

Penemuan itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar.

Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai ''ruang gelap''. 

Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Teori yang dipecahkan Al-Haitham itu telah mengilhami penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.

"Kamera obscura pertama kali dibuat ilmuwan Muslim, Abu Ali Al-Hasan Ibnu Al-Haitham, yang lahir di Basra (965-1039 M),'' ungkap Nicholas J Wade dan Stanley Finger dalam karyanya berjudul “The eye as an optical instrument: from camera obscura to Helmholtz's perspective”.

Dunia mengenal Al-Haitham sebagai perintis di bidang optik yang terkenal lewat bukunya bertajuk “Kitab Al-Manazir” (Buku optik).

Untuk membuktikan teori-teori dalam bukunya itu, sang fisikawan Muslim legendaris itu lalu menyusun “Al-Bayt Al-Muzlim” atau lebih dikenal dengan sebutan kamera obscura, atau  kamar gelap.

Bradley Steffens dalam karyanya berjudul “Ibn al-Haytham: First Scientist” mengungkapkan bahwa Kitab Al-Manazir merupakan buku pertama yang menjelaskan prinsip kerja kamera obscura.

"Dia merupakan ilmuwan pertama yang berhasil memproyeksikan seluruh gambar dari luar rumah ke dalam gambar dengan kamera obscura," papar Bradley.

Istilah kamera obscura yang ditemukan Al-Haitham pun diperkenalkan di Barat sekitar abad ke-16 M. Lima abad setelah penemuan kamera obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh pemikiran Al-Haitham mulai mengganti lobang bidik lensa dengan lensa (camera).

Setelah itu, penggunaan lensa pada kamera obscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (1535–1615 M). Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah kamera obscura yang ditemukan Al-Haitham pertama kali diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571 - 1630 M).

Kepler meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).
(rep)

Kamera Obscura, Penemuan Saintis Muslim yang Melegenda (2)
Read more