Menampilkan semua entri dengan kategori “History”




01 April 2013



Sekian lama para saintis kebingungan tentang bagaimana sebuah piramid yang merupakan salah satu bangunan ajaib di dunia ini dibangun. Terdapat berbagai teori yang dikemukakan untuk mengetahui teknologi yang digunakan dalam pembangunan piramid ini karena teknologi untuk mengangkat batu-batuan besar yang beratnya mencapai ribuan kilogram ke puncak bangunan belum memungkinkan di zamannya. Apakah rahasia dibalik pembangunan piramid ini?

Harian Amerika Times edisi 1 Desember 2006, telah menyiarkan satu berita saintifis yang mengabarkan bahwa Fir'aun telah menggunakan tanah liat untuk membangun piramid. Menurut kajian tersebut, disebutkan bahwa batu yang digunakan untuk membuat piramid adalah dari tanah liat yang dipanaskan sehingga membentuk batuan keras yang sukar dibedakan dengan batu asalnya.

Jika dikaji lebih mendalam, ternyata Al-Quran telah menjelaskan perkara ini 1400 tahun silam sebelum kajian saintifik dijalankan. Perhatikan sebuah ayat Al Quran yang berikut:

وَقَالَ فِرْعَوْنُ يَا أَيُّهَا الْمَلَأُ مَا عَلِمْتُ لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرِي فَأَوْقِدْ لِي يَا هَامَانُ عَلَى الطِّينِ فَاجْعَلْ لِي صَرْحًا لَعَلِّي أَطَّلِعُ إِلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ مِنَ الْكَاذِبِينَ

"Dan berkata Fir'aun: 'Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku TANAH LIAT kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahawa Dia dari orang-orang pendusta." (Al-Qasas: 38)

Para saintis mengatakan bahawa Firaun mahir di dalam bidang ilmu kimia dalam memproses tanah liat sehingga menjadi batu. Teknik yang mereka gunakan adalah sangat misteri jika dilihat dari spesifikasi  batu yang mereka tinggalkan.

Profesor Gilles Hug, dan Dr. Michel Barsoum menegaskan bahawa Piramid yang paling besar di Giza, dibuat dari dua jenis batuan yang terdiri dari batu asli dan batu-batu yang dibuat secara manual hasil dari olahan tanah liat.

Gilles Hug (duduk kiri) dan Dr. Michel Barsoum (berdiri)


Artikel kajian yang diterbitkan oleh majalah "Journal of the American Ceramic Society" menegaskan bahwa Fir'aun menggunakan tanah jenis slurry untuk mebangun monumen yang tinggi, termasuk piramid. Karena tidak mungkin bagi seseorang untuk mengangkat batu berat ribuan kilogram. Sebaliknya pada dasar piramid, Firaun menggunakan batu asli.

Lumpur tersebut merupakan campuran lumpur kapur yang dipanaskan dengan  air garam dan ini akan menghasilkan  terbentuknya campuran tanah liat. Kemudian olahan itu dituangkan ke dalam tempat yang disediakan di dinding piramid. Ringkasnya lumpur yang sudah diaduk mengikut ukuran yang dikehendaki tersebut dibakar, lalu diletakkan di tempat yang sudah disediakan di dinding piramid.

Profesor Davidovits telah mengambil sampel batu piramid yang terbesar untuk dilakukan analisis dengan menggunakan mikroskop elektron terhadap batu tersebut. Hasilnya, Davidovits menegaskan bahwa batu itu diperbuat dari lumpur. Selama ini, tanpa penggunaan mikroskop elektron, ahli geologi belum mampu untuk membedakan antara batu alam dengan batu buatan manusia.

Profesor Davidovits

Sebelumnya, seorang saintis Belgium, Guy Demortier, telah bertahun-tahun mencari jawaban dari pembuatan batu besar di puncak-puncak piramid. Guy Demortier berkata, "Setelah bertahun-tahun melakukan penyelidikan dan kajian, sekarang barulah saya yakin bahwa piramid yang terletak di Mesir dibuat dengan menggunakan tanah liat."

Piramid Bosnia


Penemuan oleh Dr Perancis Joseph Davidovits ini adalah hasil kajian yang memakan masa kira-kira dua puluh tahun. Sebuah kajian yang begitu lama terhadap piramid Bosnia, "Piramid Matahari" dan menjelaskan bahwa batu-batunya diperbuat dari tanah liat. Ini memperkuatkan lagi bahwa kaedah ini tersebar luas di masa lalu.


Gambar di atas menunjukkan kaedah tuangan batu berasal dari tanah liat telah dikenali sejak ribuan tahun yang lalu dalam teknologi yang berbeda baik Roma ataupun Fir'aun.

Bukti-bukti dari kajian menunjukkan kepada kita semua bahwa bangunan bangunan raksasa, patung-patung raksasa dan tiang-tiang yang ditemui dalam teknologi canggih zaman dahulu, juga dibuat dari tanah liat. Al-Qur'an adalah kitab pertama yang menjelaskan rahasia bangunan piramid, bukan para Ilmuwan Amerika, maupun Perancis.

Kita tahu bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah pergi ke Mesir dan tidak pernah melihat piramid, bahkan mungkin tidak pernah mendengar tentangnya. Kisah Firaun, terjadi sebelum masa hidupnya Nabi saw ribuan tahun yang lalu, dan tidak ada satu pun di muka bumi ini pada masa itu yang mengetahui tentang rahasia piramid. Sebelum ini, para saintis tidak pasti bahawa Firaun menggunakan tanah liat yang dipanaskan untuk membina monumen tinggi kecuali beberapa tahun kebelakangan ini.


Ajaib, 1400 tahun yang lampau, Nabi Muhammad SAW, beratus tahun lalu berakhirnya Dinasti Fir'aun memberitahu bahwa Fir'aun membangun monumen yang kini dikenal sebagai Piramid menggunakan tanah liat.

Kenyataan ini sangat jelas dan kuat untuk membuktikan bahwa Nabi Muhammad SAW tidaklah berbicara mengikut hawa nafsunya melainkan petunjuk dari Allah SWT yang menciptakan Fir'aun dan menenggelamkannya, dan Dia pula yang menyelamatkan Nabi Musa AS. Dan Dia pula yang memberitahu kepada Nabi terakhir-Nya akan hakikat ilmiah ini, dan ayat ini menjadi saksi kebenaran kenabiannya di kemudian hari. (eramuslim.com)



Read more

16 March 2013



"Di dunia spionase tidak bisa dipisahkan di setiap penjuru dunia," kata Thomas Boghardt, Sejarawan di International Spy Museum. Itu terlihat jelas ketika FBI mengumumkan penangkapan 10 mata-mata Rusia yang diduga tinggal dan bekerja di Amerika Serikat, dan beberapa tahun yang lalu, ketika CIA merilis berkas personil Perang Dunia ke-II, termasuk salah satunya adalah seorang koki bernama Julia Child, yang melakukan pekerjaan admin untuk dinas intelijen kembali ketika ia itu ia bernama Julia McWilliams. Dan karena mata-mata hidup dan bekerja di antara kita, mereka memerlukan benda-benda dalam keseharian mereka untuk menyembunyikan file rahasia dan trasmisinya.

Pada abad sebelumnya, teknologi kuno yang mungkin kita temui sekarang sangat berharga dalam menjalankan operasi tersebut. Koleksi terlengkap dari gadget ini dapat ditemukan di The International Spy Museum, salah satu dari beberapa museum mata-mata di dunia. CIA juga memiliki museum di Langley, Virginia, tetapi untuk museum tersebut hanya dapat dikunjungi dengan undangan khusus. Tetapi anda tidak perlu repot-repot untuk melihatnya langsung disana, berikut kami sajikan 10 gadget mata-mata yang terdapat di International Spy Museum yang dikutip 8D Productions dari Discovery News.

1. Lipstick Pistol

Pistol Lipstick - Boghardt mengatakan senjata sekali tembak yang berukuran 4,5 millimeter ini diperkirakan didapat dari agen KGB pada pertengahan tahun 1960. Masih belum jelas apakah "Ciuman Kematian" berbahaya ini pernah digunakan, namun pistol sianida pernah digunakan untuk pembunuhan di daerah itu.





2. Coat Camera

Kamera Jaket - Kamera kecil Ini, Model F-21 yang dikeluarkan oleh KGB sekitar tahun 1970, yang tersembunyi di lubang kancing dan memiliki pembuka yang dapat ditekan pemakainya dari dalam saku. Hanya dengan menekan kabel shutter dan kancing palsu pun terbuka untuk mengambil foto. Tersembunyi, kamera portable ini dapat digunakan di acara-acara publik seperti demonstrasi politik tanpa terdeteksi. Boghardt mencatat bahwa Direktur Spy Museum Peter Earnest, yang telah bekerja selama bertahun-tahun di CIA telah menggunakan salah satu dari kamera ini.

3. Microdot Camera

Kamera TitikKecil - Pada tahun 1960, badan intelijen asing Jerman Timur HVA mengeluarkan kamera kecil ini, yang mengambil foto berbagai dokumen dan menggunakan proses kimia untuk mengecilkan teks, sehingga sebuah blok dari teks tampil lebih besar dari masanya. Dengan cara ini para agen bisa menyembunyikan pesan-pesan rahasianya dengan mata telanjang.

Boghardt menunjuk ke insiden terkenal yang melibatkan microdots: Dusko Popov, seorang agen ganda selama Perang Dunia II, memberikan microdots kepada FBI yang menyebutkan ketertarikan Jerman di Pearl Harbor. Direktur FBI J. Edgar Hoover tidak mempercayai Popov, walaupun begitu, dia tidak pernah melewati informasi tersebut kepada Presiden Franklin D. Roosevelt.

4. Shoe with Heel Transmitter

Sepatu dengan Pemancar di Tumit - Sepanjang tahun 1960-an dan 1970-an, para diplomat Barat di Eropa Timur menghindari membeli pakaian di sana, mereka lebih memilih untuk pakaian dan sepatu memesanannya melalui pos dari Barat. Di Rumania, dinas rahasia memanfaatkan ini untuk keuntungan mereka, bekerja sama dengan layanan pos untuk memasang sebuah pemancar di tumit sepatu. Boghardt mengatakan bahwa alat perekam itu ditemukan selama menyapu kamar rutin yang mendeteksi sinyal, tapi sinyal itu menghilang ketika semua diplomat meninggalkan ruangan.


5. Enigma Cipher Machine


Mesin Sandi Enigma - Pesan yang yang dikirim melalui nirkabel di era Perang Dunia II dapat dicegat, sehingga Jerman menggunakan perangkat kriptografi. Bentuk permukaannya tampak seperti mesin tik biasa, tetapi itu bukanlah mesin tik biasa yang sperti terlihat. Sebuah keyboard dihubungkan dengan rotor, didukung oleh arus listrik, yang dialihkan setiap tombol beberapa kali.

Pesan yang terhubung keluar dalam bentuk kode morse dan kunci yang dibutuhkan, yang diganti setiap harinya, untuk menguraikan - mendapatkannya? "De-cipher." Yang adalah persis apa yang Sekutu lakukan, men-crack sebuah kode apa yang Jerman pikir tidak dapat terpecahkan.

6. Cipher Disk

Piringan Kode - Kerap kali trerlintas dipikiran kita bahwa gadget mata-mata tidak semua yang tua, tapi Kaisar pun mengkodekan pesan menggunakan kriptografi. Piringan ini berawal dari Perang Saudara, ketika itu digunakan oleh pihak Konfederasi - CSA (Confederate States of America). Ini cukup jelas bagaimana perangkat bekerja: memutar roda batin untuk menggantikan huruf. M = G, P = J, dll. Mudah untuk dipecahkan bukan? Tidak jika pesan ditulis dalam bahasa yang Anda tidak tahu. Mata-mata rumit seperti itu.

7. Bulgarian Umbrella


Payung Bulgaria - Seorang agen rahasia Bulgaria menggunakan payung seperti yang satu ini di jalan di London untuk membunuh pembangkang Bulgaria Georgi Markov pada tahun 1978. Sebuah payung standar yang telah dimodifikasi secara internal untuk menyuntikkan racun ke target dengan menekan pelatuk. Dalam kasus Markov, payung berisi pelet risin, yang nyaris mustahil dilacak. Museum ini menampilkan sebuah replika, yang dibuat khusus di Moskow untuk koleksi. Boghardt mengatakan bahwa pada tahun 1991, sebuah ruangan yang penuh dengan payung mematikan serupa ditemukan di Bulgaria.

8. Pigeon Camera

Kamera Merpati - Ini burung, ini pesawat, ini adalah satelit mata-mata! Sebelum fajar menyingsing, merpati melakukan pekerjaannya. Terbang di atas wilayah musuh dengan kamera di autoshoot, merpati dapat memberikan informasi penting tanpa tersesat sepanjang jalan. Selain fotografi, burung-burung juga membawa pesan pada saat-saat komunikasi radio rusak. Merpati dikirim melalui tembakan musuh sampai tahun 1950 memiliki tingkat keberhasilan 95 persen dan mestinya dihiasi dengan medali kehormatan untuk layanan mereka.



9. Tree Stump Bug

Tunggul Pohon Pelacak - Digunakan dengan menggunakan tenaga surya untuk terus digunakan terus menerus di area pepohonan (hutan) dekat Moscow pada awal tahun 1970-an. Pelacak ini menangkap sinyal yang datang dari pangkalan udara Soviet dan memancarkannya ke satelit, yang kemudian meneruskan sinyal tersebut ke sebuah situs di Amerika. Tenaga surya berarti tidak ada resiko pergantian baterai yang diperlukan. Namun demikian, KGB menemukan pemancar hijau ini, jadi yang ada di museum saat ini adalah replika.




10. Dog Doo Transmitter

Pelacak (berbentuk) Kotoran Anjing - Kotoran Anjing? Sungguh? Boghardt mengatakan alat kecil memiliki ruang di dalam berlubang-luar, ideal untuk menahan pesan sehingga penyelidik dan sumber bisa berkomunikasi tanpa menimbulkan kecurigaan. Doo cenderung dibiarkan sendiri, itulah sebabnya mengapa rambu menyamar sebagai harimau kotoran yang digunakan untuk menandai target di Vietnam, kata Boghardt. Salah satu risiko adalah jelas bahwa alat tersebut akan dibuang atau ditemukan oleh seseorang tanpa sengaja. "Kecelakaan terjadi sepanjang waktu," kata sejarawan itu. "Itulah salah satu tantangan menjadi seorang mata-mata atau penyelidik."


(8d/dm)
Read more

08 March 2013

11. Ahmad Wahib (1942 – 1973)


Ahmad Wahib lahir di Sampang, pada 9 November 1942. Ia dikenal sebagai pemikir dan pembaharu Islam. Ia dikenal sebagai pembaharu terutama berkat catatan harian yang diangkat menjadi buku Pergolakan Pemikiran Islam (2004) oleh Djohan Effendi dan Ismet Natsir. Dalam catatannya, Wahib mencoba mempertanyakan apa yang sudah ia yakini selama ini mengenai Tuhan, ajaran Islam, masyarakat Muslim, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Dalam satu wawancara, Douglas E. Ramage, seorang Indonesianis lulusan the University of South Carolina menyebut Wahib sebagai salah satu pemikir baru Islam yang revolusioner.

Wahib tumbuh dewasa dalam lingkungan yang kehidupan keagamaannya sangat kuat. Ayahnya adalah seorang pemimipin pesantren dan dikenal luas dalam masyarakatnya. Tapi ia juga adalah orang yang berpikiran luas dan terbuka, yang mendalami secara serius gagasan pembaharuan Muhammad Abduh. Ia menolak objek-objek kultus yang menjadi sesembahan para leluhurnya. Objek-objek ini sangat populer dalam tradisi rakyat Madura, seperti tombak, keris, ajimat, dan buku-buku primbon.

Pembahasan-pembahasan seputar masalah-masalah tersebut menimbulkan ketertarikan kepada persoalan-persoalan yang lebih umum, seperti persoalan apa sebenarnya yang dimaksud dengan istilah “ideologi Islam”? Apakah Islam, dalam kenyataannya, adalah sebuah ideologi? Bagaimanakah sebuah ideologi politik dapat dirumuskan demi kepentingan umat Islam di Indonesia? Di mana posisi Islam vis a vis ideologi-ideologi sekular seperti demokrasi, sosialisme dan Marxisme? Ketertarikan kepada soal-soal ini sejalan dengan corak pertumbuhan Wahib dalam keluarganya.

Semasa Kuliah

Yogyakarta adalah salah satu kota yang secara intelektual dan budaya paling kaya di Indonesia. Ini berperngaruh dalam perkembangan pribadi Wahib. Yogyakarta adalah kota lembaga-lembaga pendidikan. Universitas Gadjah Mada, karena alasan-alasan kesejarahan, memiliki daya tarik yang besar, dan kenyataannya mapu menyedot banya pelajar dari seluruh Indonesia. Di sana juga ada perguruan-perguruan tinggi lain, baik milik swasta maupun pemerintah, yang juga memiliki daya tarik. Termasuk di dalamnya adalah IKIP Sanata Dharma, milik sebuah yayasan Katolik, Universitas Islam Indonesia, dan IAIN Sunan Kalijaga.

Mukti Ali, mengenai kelompok diskusi ini, menyatakan bahwa kelompok tersebut menarik perhatian banyak peserta. Kelompok tersebut juga secara reguler mengundang pembicara-pembicara tamu dari berbagai kalangan, baik orang Indonesia maupun bukan. Kelompok tersebut membahas persoalan-persoalan penting menyangkut masa depan kaum Muslim Indonesia, dalam suatu kerangka yang membuka kemungkinan untuk tumbuhnya gagasan-gagasan baru yang segar. Masalah-masalah teologis yang sublim kerap didiskusikan juga, dan gagasan-gagasan yang dikemukakan seputar masalah tersebut kadang jauh dari apa yang diyakini orang kebanyakan dan bersifat provokatif.

Masa-masa Wahib di Yogyakarta adalah masa-masa yang paling bergolak dalam sejarah Indonesia. Inilah masa ambruknya ekonomi Indonesia dan terjadinya ketegangan-ketegangan politik yang berujung dengan usaha kup oleh PKI pada masa 1965. Sebagai balasan atas kup yang gagal total ini, terjadilah pembunuhan besar-besaran atas mereka yang dituduh antek-antek PKI. Di Jawa Tengah saja, ribuan orang tewas. Ini mengantarkan Indonesia terbentuknya Orde Baru di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto. Inilah periode gamang yang meninggalkan luka-luka psikologis si kalangan mereka yang mengalaminya.

Semua unsur di atas (latar belakang keluarga, penyesuaian diri dengan lingkungan baru, dengan konsekuensi meluasnya horizon berfikir secara dramatis, tekanan-tekanan baik bersifat politis maupun personal, dan pembunuhan besar-besaran yang mengerikan lantaran gagalnya kup PKI) jelas turut menentukan berubahnya arah pemahaman Wahib mengenai Islam. Unsur-unsur tersebut pulalah yang pada akhirnya megantarkannya untuk keluar dari HMI pada 30 September 1965. Mungkin bukanlah sebuah kebetulan bahwa tanggal di atas bersamaan dengan hari ulang tahun ke-3 gagalnya kup PKI pada 30 September 1965.

Pada 1971, Wahib menginggalkan Yogyakarta. Tujuannya adalah Jakarta, mencari kerja. Ia pada akhirnya diterima sebagai calon reporter majalah berita mingguan Tempo. Ia juga ikut kursus filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, sebuah perguruan tinggi yag didirikan oleh seorang Jesuit Jawa, Driyarkara. Pada saat yang sama, ia juga ambil bagian dalam pertemuan berbagai kelompok diskusi. Ia bahkan sempat membuat rancangan tema diskusi soal teologi, poitik dan budaya yang sangat ambisisus. Sayangnya, ia wafat tertabrak motor di Jakarta pada 30 Maret 1973.


12. Ade Irma Suryani Nasution (1960 – 1965)


Ade Irma Suryani Nasution adalah putri bungsu Jenderal Besar Dr. Abdul Harris Nasution yang merupakan salah satu jendral berpengaruh pada pemerintahan Orde Lama. Ia lahir pada 19 Februari 1960.  Ade terbunuh dalam peristiwa Gerakan 30 September yang berusaha untuk menculik Jenderal Besar Dr. Abdul Harris Nasution. Ade yang berumur 5 tahun tertembak ketika berusaha menjadi tameng ayahandanya. Dalam peristiwa tersebut tewas juga ajudan Jenderal Besar Dr. Abdul Harris Nasution yaitu Lettu. Anumerta Pierre Andreas Tendean. Ia meninggal 6 Oktober 1965 (pada umur 5 tahun).

“Usia seseorang tidak di ukur dari berapa lama dia hidup di dunia, namun seberapa besar ia memberi pengaruh bagi orang di sekelilingnya”


Read more

9. Pierre Andreas Tendean (1939-1965)


Lettu. Pierre Andreas Tendean lahir di Jakarta, 21 Februari 1939. Ia adalah salah seorang korban pada peristiwa Gerakan 30 September dan merupakan pahlawan nasional Indonesia. Beliau adalah ajudan dari Jenderal Besar DR. Abdul Harris Nasution (Menko Hankam/Kepala Staf ABRI) pada era Soekarno.

Abdul Harris Nasution lolos dari peristiwa penculikan tetapi anaknya, Ade Irma Suryani Nasution tewas tertembus peluru. Pierre Tendean sendiri ditangkap oleh segerombolan penculik dan dibunuh di Lubang Buaya. Ia diculik karena dikira adalah Jenderal Besar DR. A.H. Nasution. Lettu. Pierre Andreas Tendean meninggal di Jakarta, 1 Oktober 1965 (pada umur 26 tahun). Beliau dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

10. Soe Hok Gie (1942 – 1969)


Soe Hok Gie adalah seorang aktivis Indonesia dan Mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia, Jurusan Sejarah Tahun 1962-1969. Ia adalah seorang anak muda yang berpendirian yang teguh dalam memegang prinsipnya dan rajin mendokumentasikan perjalanan hidupnya dalam buku harian. Buku hariannya kemudian diterbitkan dengan judul Catatan Seorang Demonstran (1983).

Soe Hok Gie lahir di Jakarta, 17 Desember 1942. Ia adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan. Dia adik kandung Arief Budiman atau Soe Hok Djin, dosen Universitas Kristen Satya Wacana yang juga dikenal vokal dan sekarang berdomisili di Australia. Nama Soe Hok Gie adalah dialek Hokkian dari namanya Su Fu-yi dalam bahasa Mandarin (Hanzi: 蘇福義). Leluhur Soe Hok Gie sendiri adalah berasal dari provinsi Hainan, Republik Rakyat Cina.

Setelah lulus dari SMA Kanisius Gie melanjutkan kuliah ke Universitas Indonesia tahun 1961. Di masa kuliah inilah Gie menjadi aktivis kemahasiswaan. Banyak yang meyakini gerakan Gie berpengaruh besar terhadap tumbangnya Soekarno dan termasuk orang pertama yang mengritik tajam rejim Orde Baru.

Gie sangat kecewa dengan sikap teman-teman seangkatannya yang di era demonstrasi tahun 66 mengritik dan mengutuk para pejabat pemerintah kemudian selepas mereka lulus berpihak ke sana dan lupa dengan visi dan misi perjuangan angkatan 66. Gie memang bersikap oposisif dan sulit untuk diajak kompromi dengan oposisinya.

Hok Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang, 1995).

Juga skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentang dengan judul Di Bawah Lentera Merah. Sebelumnya, skripsi S1-nya yang mengulas soal pemberontakan PKI di Madiun, juga sudah dibukukan dengan judul Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (Bentang, 1997).

Sebagai bagian dari aktivitas gerakan, Soe Hok Gie juga sempat terlibat sebagai staf redaksi Mahasiswa Indonesia, sebuah koran mingguan yang diterbitkan oleh mahasiswa angkatan 66 di Bandung untuk mengkritik pemerintahan Orde Lama.

Selain itu juga Gie ikut mendirikan Mapala UI. Salah satu kegiatan pentingnya adalah naik gunung. Pada saat memimpin pendakian gunung Slamet 3.442m, ia mengutip Walt Whitman dalam catatan hariannya, "Now I see the secret of the making of the best person. It is to grow in the open air and to eat and sleep with the earth".

Pemikiran dan sepak terjangnya tercatat dalam catatan hariannya. Pikiran-pikirannya tentang kemanusiaan, tentang hidup, cinta dan juga kematian. Tahun 1968 Gie sempat berkunjung ke Amerika dan Australia, dan piringan hitam favoritnya Joan Baez disita di bandara Sydney karena dianggap anti-war dan komunis. Tahun 1969 Gie lulus dan meneruskan menjadi dosen di almamaternya.

Bersama Mapala UI Gie berencana menaklukkan Gunung Semeru yang tingginya 3.676m. Sewaktu Mapala mencari pendanaan, banyak yang bertanya kenapa naik gunung dan Gie berkata kepada teman-temannya:
"Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia-manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung."

8 Desember sebelum Gie berangkat sempat menuliskan catatannya: "Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya. Setelah saya mendengar kematian Kian Fong dari Arief hari Minggu yang lalu. Saya juga punya perasaan untuk selalu ingat pada kematian. Saya ingin mengobrol-ngobrol pamit sebelum ke semeru. Dengan Maria, Rina dan juga ingin membuat acara yang intim dengan Sunarti. Saya kira ini adalah pengaruh atas kematian Kian Fong yang begitu aneh dan begitu cepat." Selanjutnya catatan selama ke Gunung Semeru lenyap bersamaan dengan meninggalnya Gie di puncak gunung tersebut.

Hok Gie meninggal di gunung Semeru pada Tahun 1969 tepat sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-27 akibat menghirup asap beracun di gunung tersebut. Dia meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis.

24 Desember 1969 Gie dimakamkan di pemakaman Menteng Pulo, namun dua hari kemudian dipindahkan ke Pekuburan Kober, Tanah Abang. Tahun 1975 Ali Sadikin membongkar Pekuburan Kober sehingga harus dipindahkan lagi, namun keluarganya menolak dan teman-temannya sempat ingat bahwa jika dia meninggal sebaiknya mayatnya dibakar dan abunya disebarkan di gunung. Dengan pertimbangan tersebut akhirnya tulang belulang Gie dikremasi dan abunya disebar di puncak Gunung Pangrango.

Beberapa quote yang diambil dari catatan hariannya Gie:
"Seorang filsuf Yunani pernah menulis … nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda."
"Kehidupan sekarang benar-benar membosankan saya. Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras … diusap oleh angin dingin seperti pisau, atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil … orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur."
"Yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan adalah dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan…"


Mereka Yang Meninggal di Usia Muda (5) « Prev | Next » Mereka Yang Meninggal di Usia Muda (7)
Read more

6.  Chairil Anwar (1922 – 1949)


Chairil Anwar atau yang dikenal sebagai “Si Binatang Jalang” Lahir di Medan, 22 Juli 1922. Chairil Anwar merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Toeloes, mantan bupati Kabupaten Indragiri Riau, berasal dari Taeh Baruah, Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Sedangkan ibunya Saleha, berasal dari Situjuh, Limapuluh Kota. Dia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.

Chairil masuk sekolah Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu masa penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama Hindia Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja tetapi tak satupun puisi awalnya yang ditemukan.

Pada usia sembilan belas tahun, setelah perceraian orang-tuanya, Chairil pindah dengan ibunya ke Jakarta di mana dia berkenalan dengan dunia sastra. Penyair yang satu ini memang fenomenal  dan kontroversial. Saat pengaruh Angkatan Pujangga Baru belum surut, sejak 1942, Chairil Anwar sudah mendobrak tata tertib berpuisi. Dalam puisi-puisinya, Chairil memperkenalkan aliran ekspresionisme dalam sastra. Walhasil, puisi-puisinya terkesan penuh tenaga dan radikal untuk masanya. Tengok saja puisinya yang terkenal: “Aku”. Kendati Chairil anwar tidak pernah tamat MULO (SMP), secara otodidak ia mendalami bahasa Inggris, Belanda, dan Jerman, sehingga karya-karya para pujangga besar seperti Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron.mampu dicernanya. Penulis-penulis ini sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung memengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.

Dari karya-karya orang asing itu, Chairil lalu menerjemahkan, menyadur, bahkan membuat karya baru. Mungkin karna itulah ia kadang dituding “penjiplak”. Jiwa patriotiknya terlihat dalam karya “Antara Kerawang dan Bekasi”, “Diponegoro”, serta “1945”. “Doa Untuk Isa” seolah mewakili sisi religiusnya. Adapun “Aku” mencerminkan sikap tidak peduli. Ia memang sosok yang kompleks.

Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya, yang bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak usia dua puluh tujuh tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairil meninggal di Jakarta, tanggal 28 April 1949 (pada usia 27 tahun) karena penyakit TBC. Kepeloporannya diteguhkan oleh H.B. Jassin pada Tahun 1956 dalam bukunya yang berjudul “Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45”.
Dia dikuburkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.


7. Robert Wolter Mongisidi (1925-1949)


Robert Wolter Mongisidi lahir pada 14 Februari 1925 di Malalayang, Manado, Sulawesi Utara. Ia adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia sekaligus pahlawan nasional Indonesia. Robert Wolter Mongisidi merupakan anak dari pasangan Petrus Monginsidi dan Lina Suawa.

Dia memulai pendidikannya pada 1931 di sekolah dasar (bahasa Belanda: Hollands Inlandsche School (HIS)), yang diikuti sekolah menengah (bahasa Belanda: Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)) di Frater Don Bosco di Manado. Monginsidi lalu dididik sebagai guru bahasa jepang pada sebuah sekolah di Tomohon. Setelah studinya, dia mengajar Bahasa Jepang di Liwutung, di Minahasa , dan di Luwuk, Sulawesi Tengah, sebelum ke Makassar, Sulawesi Selatan.

Monginsidi terlibat dalam perjuangan melawan Belanda di Makassar, dimana Belanda hendak merebut kembali kemerdekaan Indonesia melalui NICA (Netherlands Indies Civil Administration/Administrasi Sipil Hindia Belanda) setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan di Jakarta.

Pada tanggal 17 Juli 1946, Monginsidi dengan Ranggong Daeng Romo dan lainnya membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), yang selanjutnya melecehkan dan menyerang posisi Belanda. Dia ditangkap oleh Belanda pada 28 Februari 1947, tetapi berhasil kabur pada 27 Oktober 1947. Belanda menangkapnya kembali dan kali ini Belanda menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Monginsidi dieksekusi oleh tim penembak di Makasar, Sulawesi Selatan pada 5 September 1949.

Robert Wolter Mongisidi meninggal pada usia 24 tahun. Jasadnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Makassar pada 10 November 1950. Robert Wolter Monginsidi dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia pada 6 November, 1973. Dia juga mendapatkan penghargaan tertinggi Negara Indonesia, Bintang Mahaputra (Adipradana), pada 10 November 1973. Ayahnya, Petrus, yang berusia 80 tahun pada saat itu, menerima penghargaan tersebut.

Bandara Wolter Monginsidi di Kendari, Sulawesi Tenggara dinamakan sebagai penghargaan kepada Monginsidi, seperti kapal Angkatan Darat Indonesia, KRI Wolter Monginsidi.


8. Ignatius Slamet Rijadi (1927-1950)


Pada suatu peristiwa saat akan diadakannya peralihan kekuasaan di Solo oleh Jepang yang dipimpin oleh Sutjokan (Walikota) Watanabe yang merencanakan untuk mengembalikan kekuasaan sipil kepada kedua kerajaan yang berkedudukan di Surakarta, yaitu Kasunanan dan Praja Mangkunagaran, akan tetapi rakyat tidak puas. Para pemuda telah bertekad untuk mengadakan perebutan senjata dari tangan Jepang, maka rakyat mengutus Muljadi Djojomartono dan dikawal oleh pemuda Suadi untuk melakukan perundingan di markas Kempeitai (polisi militer Jepang) yang dijaga ketat. Tetapi sebelum utusan tersebut tiba di markas, seorang pemuda sudah berhasil menerobos kedalam markas dengan meloncati tembok dan membongkar atap markas Kempeitai, tercenganglah pihak Jepang, pemuda itu bernama Slamet Rijadi.

Brigadir Jenderal TNI Anumerta Ignatius Slamet Rijadi (EYD: Riyadi) lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 26 Juli 1927. Ia anak dari Idris Prawiropralebdo, seorang perwira anggota legiun Kasunanan Surakarta. Ia sangat menonjol dalam kecakapan dan keberaniannya, terutama setelah Jepang bertekuk lutut dan kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Ia merupakan pencetus pasukan khusus TNI yang dikemudian hari dikenal dengan nama Kopassus.

Pada tahun 1940, ia menyelesaikan pendidikan di HIS, ke Mulo Afd. B dan kemudian dilanjutkan ke Pendidikan Sekolah Pelayaran Tinggi, dan memperoleh ijasah navigasi laut dengan peringkat pertama dan mengikuti kursus tambahan dengan menjadi navigator pada kapal kayu yang berlayar antar pulau Nusantara.

Slamet Riyadi merupakan pengantin baru, istrinya Ny. Soerachmi bagian kesehatan TNI-AD, baru saja dinikahi saat cuti operasi menumpas RMS. Sayangnya pada saat operasi tersebut ia meninggal akibat tembakan pasukan payung KNIL (salah satu pasukan RMS) di benteng Victoria, Ambon, pada saat merebutnya.

Ada 2 versi tertembaknya:
  1. Satu tembakan sniper selanjutnya Slamet Riyadi diseret ajudannya dan naik jip dilanjutkan sampan ke KRI yang menjadi klinik.
  2. Diberondong senapan mesin, selanjutnya 1 panser mengevakuasi ke sampan dan dibawa ke KRI yang menjadi klinik.
Saat sampai di KRI, Slamet Riyadi masih hidup tapi tidak sadar dan dalam kondisi kritis. Beliau meninggal pada  4 November 1950, di Ambon, Maluku (pada umur 23 tahun).



Read more

4.  Soedirman (1916 – 1950)


Soedirman atau Jenderal Besar TNI Anumerta Soedirman lahir di Bodas Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah pada tanggal 24 Januari 1916. Soedirman dibesarkan dalam lingkungan keluarga sederhana. Ayahnya, Karsid Kartowirodji, adalah seorang pekerja di Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas, dan ibunya, Siyem, adalah keturunan Wedana Rembang. Soedirman sejak umur 8 bulan diangkat sebagai anak oleh R. Tjokrosoenaryo, seorang asisten Wedana Rembang yang masih merupakan saudara dari Siyem.

Soedirman memperoleh pendidikan formal dari Sekolah Taman Siswa. Kemudian ia melanjut ke HIK (sekolah guru) Muhammadiyah, Surakarta tapi tidak sampai tamat. Soedirman saat itu juga giat di organisasi Pramuka Hizbul Wathan. Setelah itu ia menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap.

Ketika zaman pendudukan Jepang, ia masuk tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor di bawah pelatihan tentara Jepang.  Setelah menyelesaikan pendidikan di PETA, ia menjadi Komandan Batalyon di Kroya, Jawa Tengah. Kemudian ia menjadi Panglima Divisi V/Banyumas sesudah TKR terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia (Panglima TKR). Dalam sejarah perjuangan Republik Indonesia, ia dicatat sebagai Panglima dan Jenderal RI yang pertama dan termuda. Saat usia Soedirman 31 tahun ia telah menjadi seorang jenderal.

Soedirman dikenal oleh orang-orang di sekitarnya dengan pribadinya yang teguh pada prinsip dan keyakinan, dimana ia selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan bangsa di atas kepentingan pribadinya, bahkan kesehatannya sendiri. Pribadinya tersebut ditulis dalam sebuah buku oleh Tjokropranolo, pengawal pribadinya semasa gerilya, sebagai seorang yang selalu konsisten dan konsekuen dalam membela kepentingan tanah air, bangsa, dan negara.

Perang besar pertama yang dipimpin Soedirman adalah perang Palagan Ambarawa melawan pasukan Inggris dan NICA Belanda yang berlangsung dari bulan November sampai Desember 1945. Pada Desember 1945, pasukan TKR yang dipimpin oleh Soedirman terlibat pertempuran melawan tentara Inggris di Ambarawa.

Pada masa pendudukan Jepang ini, Soedirman pernah menjadi anggota Badan Pengurus Makanan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Karesidenan Banyumas. Dalam saat ini ia mendirikan koperasi untuk menolong rakyat dari bahaya kelaparan.

Meski menderita sakit yang parah, ia tetap bergerilya dalam perang pembelaan kemerdekaan RI. Ia berpindah-pindah dari hutan satu ke hutan lain, dan dari gunung ke gunung dalam keadaan sakit dan lemah dan dalam kondisi hampir tanpa pengobatan dan perawatan medis. Walaupun masih ingin memimpin perlawanan tersebut, akhirnya Soedirman pulang dari kampanye gerilya tersebut karena kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkannya untuk memimpin Angkatan Perang secara langsung. Setelah itu Soedirman hanya menjadi tokoh perencana di balik layar dalam kampanye gerilya melawan Belanda.

Tanggal 29 Januari tahun 1950 (pada umur 34 tahun) Jenderal Soedirman meninggal di Magelang, Jawa Tengah karena penyakit tuberkulosis paru-paru yang parah dan kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Pembela Kemerdekaan. Pada tahun 1997 dia mendapat gelar sebagai Jenderal Besar Anumerta dengan bintang lima, pangkat yang hanya dimiliki oleh tiga jenderal di RI sampai sekarang, Haji Muhammad Soeharto, Abdul Haris Nasution dan dirinya sendiri.


5.  I Gusti Ngurah Rai (1917 – 1946)


I Gusti Ngurah Rai atau Kolonel TNI Anumerta I Gusti Ngurah Rai adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia lahir di Desa Carangsari, Petang, Kabupaten Badung, Bali, pada tanggal 30 Januari 1917.

Pada masa perang kemerdekaan, I Gusti Ngurah Rai memiliki pasukan yang bernama “Ciung Wenara” yang melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama Puputan Margarana. (Puputan, dalam Bahasa Bali, berarti “habis-habisan”, sedangkan Margarana berarti “Pertempuran di Marga”; Marga adalah sebuah desa ibukota kecamatan di pelosok Kabupaten Tabanan, Bali).

Peristiwa Puputan Margarana  diawali ketika I Gusti Ngurah Rai menolak bekerjasama dengan Belanda untuk mendukung pembentukan Negara Indonesia Timur yang mencakup Bali. Penolakan ini dinilai Belanda tidak beralasan karena Bali sudah dianggap wilayah Belanda sebagaimana hasil perjanjian Linggajati. Namun, Ngurah Rai sendiri tetap menolak apapun alasannya. Kemudian, ia pergi ke Yongyakarta untuk mendapatkan petunjuk dari Pemimpin RI. Setelah mendapat penjelasan bahwa daerahnya termasuk kekuasaan Belanda, walaupun kecewa, ia tetap pada pendiriannya semula, yakni tidak akan bekerjasama dengan pihak Belanda.

Ketika merasa kekuatannya sudah cukup. I Gusti Ngurah Rai dan pasukannya pada 18 November 1946 mulai menyerang Belanda. Tabanan di gempur dan dia berhasil dengan menyerahnya satu detasemen polisi lengkap dengan senjatanya. Belanda kemudian mengerahkan seluruh kekuatannya yang ada di Bali dan Lombok lengkap dengan pesawat tempur untuk menghadapi pasukan I Gusti Ngurah Rai.

Karena kekuatan pasukan yang tidak seimbang dan persenjataan yang kurang lengkap, akhirnya pasukan I Gusti Ngurah Rai dapat dikalahkan dalam pertempuran puputan atau habis-habisan di Margarana, sebelah utara Tabanan. I Gusti Ngurah Rai meninggal pada tanggal 20 November 1946 (pada umur 29 tahun) beserta seluruh pasukanya di medan perang.

Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra dan kenaikan pangkat menjadi Brigjen TNI (anumerta). Namanya kemudian diabadikan dalam nama bandar udara di Bali, Bandara Ngurah Rai.


Read more

3.  Wage Rudolf Soepratman (1903 – 1938)


Wage Rudolf Soepratman adalah pengarang lagu kebangsaan Indonesia, “Indonesia Raya” dan Pahlawan Nasional Indonesia. Ia lahir di Jatinegara, Batavia, 9 Maret 1903. Soepratman adalah anak seorang tentara.

Pada tahun 1914, Soepratman ikut salah satu saudara perempuannya, Roekijem ke Makassar. Di sana ia disekolahkan dan dibiayai oleh suami Roekijem yang bernama Willem van Eldik.

Soepratman lalu belajar bahasa Belanda di sekolah malam selama tiga tahun, kemudian melanjutkannya ke Normaalschool di Makassar sampai selesai. Ketika berumur 20 tahun, lalu dijadikan guru di Sekolah Angka 2. Dua tahun selanjutnya ia mendapat ijazah Klein Ambtenaar.

Beberapa waktu lamanya ia bekerja pada sebuah perusahaan dagang. Dari Makassar, ia pindah ke Bandung dan bekerja sebagai wartawan di harian Kaoem Moeda dan Kaoem Kita. Pekerjaan itu tetap dilakukannya sewaktu sudah tinggal di Jakarta. Dalam pada itu ia mulai tertarik kepada pergerakan nasional dan banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan. Rasa tidak senang terhadap penjajahan Belanda mulai tumbuh dan akhirnya dituangkan dalam buku Perawan Desa. Buku itu disita dan dilarang beredar oleh pemerintah Belanda.

Soepratman dipindahkan ke kota Sengkang. Di situ tidak lama lalu minta berhenti dan pulang ke Makassar lagi. Roekijem sendiri sangat gemar akan sandiwara dan musik. Banyak karangannya yang dipertunjukkan di mes militer. Selain itu Roekijem juga senang bermain biola, kegemarannya ini yang membuat Soepratman juga senang main musik dan membaca-baca buku musik.

W.R. Soepratman tidak beristri serta tidak pernah mengangkat anak.
Sewaktu tinggal di Makassar, Soepratman memperoleh pelajaran musik dari kakak iparnya yaitu Willem van Eldik, sehingga pandai bermain biola dan kemudian bisa menggubah lagu. Ketika tinggal di Jakarta, pada suatu kali ia membaca sebuah karangan dalam majalah Timbul. Penulis karangan itu menantang ahli-ahli musik Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan.

Soepratman tertantang, lalu mulai menggubah lagu. Pada tahun 1924 lahirlah lagu “Indonesia Raya”, pada waktu itu ia berada di Bandung dan pada usia 21 tahun. Soepratman juga merupakan pencipta lagu ”Ibu Kita Kartini” yang kagum atas pemikiran-pemikiran Kartini dan kemudian menginspirasinya untuk menciptakan lagu tersebut.

Pada bulan Oktober 1928 di Jakarta dilangsungkan Kongres Pemuda II. Kongres itu melahirkan Sumpah Pemuda. Pada malam penutupan kongres, tanggal 28 Oktober 1928, Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya secara instrumental di depan peserta umum (secara intrumental dengan biola atas saran Soegondo berkaitan dengan kondisi dan situasi pada waktu itu). Pada saat itulah untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya dikumandangkan di depan umum. Semua yang hadir terpukau mendengarnya. Dengan cepat lagu itu terkenal di kalangan pergerakan nasional. Apabila partai-partai politik mengadakan kongres, maka lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan. Lagu itu merupakan perwujudan rasa persatuan dan kehendak untuk merdeka.

Sesudah Indonesia merdeka, lagu Indonesia Raya dijadikan lagu kebangsaan, lambang persatuan bangsa. Tetapi, pencipta lagu itu, Wage Roedolf Soepratman, tidak sempat menikmati hidup dalam suasana kemerdekaan.

Akibat menciptakan lagu Indonesia Raya, ia selalu diburu oleh polisi Hindia Belanda, sampai jatuh sakit di Surabaya. Karena lagu ciptaannya yang terakhir “Matahari Terbit” pada awal Agustus 1938, ia ditangkap ketika menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di NIROM Jalan Embong Malang, Surabaya dan ditahan di penjara Kalisosok, Surabaya. Ia meninggal pada tanggal 17 Agustus 1938 (pada umur 35 tahun) karena sakit.


Read more

2.  Raden Adjeng Kartini (1879 – 1904)


Raden Adjeng Kartini atau sebenarnya lebih tepat disebut Raden Ayu Kartini, adalah seorang tokoh suku Jawa dan Pahlawan Nasional Indonesia. Ia Lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879. Kartini dikenal sebagai Pelopor Kebangkitan Perempuan Pribumi.

Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri dari istri pertama, tetapi bukan istri utama (karena bukan bangsawan tinggi), sehingga mengharuskan ayahnya untuk menikah lagi. Peraturan pada zaman kolonial mengharuskan seorang bupati harus menikah dengan golongan bangsawan.

Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI.

Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono, adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.

Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah.

Pada surat-surat Kartini tertulis pemikiran-pemikirannya tentang kondisi sosial saat itu, terutama tentang kondisi perempuan pribumi. Sebagian besar surat-suratnya berisi keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya, seperti tertulis: Zelf-ontwikkeling dan Zelf-onderricht, Zelf- vertrouwen dan Zelf-werkzaamheid dan juga Solidariteit. Semua itu atas dasar Religieusiteit, Wijsheid en Schoonheid (yaitu Ketuhanan, Kebijaksanaan dan Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme (cinta tanah air).
Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar. Pada perkenalan dengan Estelle “Stella” Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit, dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.

Pandangan-pandangan kritis lain yang diungkapkan Kartini dalam surat-suratnya adalah kritik terhadap agamanya. Ia mempertanyakan mengapa kitab suci harus dilafalkan dan dihafalkan tanpa diwajibkan untuk dipahami. Ia mengungkapkan tentang pandangan bahwa dunia akan lebih damai jika tidak ada agama yang sering menjadi alasan manusia untuk berselisih, terpisah, dan saling menyakiti. “…Agama harus menjaga kita daripada berbuat dosa, tetapi berapa banyaknya dosa diperbuat orang atas nama agama itu…” Kartini mempertanyakan tentang agama yang dijadikan pembenaran bagi kaum laki-laki untuk berpoligami. Bagi Kartini, lengkap sudah penderitaan perempuan Jawa yang dunianya hanya sebatas tembok rumah.

Surat-surat Kartini banyak mengungkap tentang kendala-kendala yang harus dihadapi ketika bercita-cita menjadi perempuan Jawa yang lebih maju. Meski memiliki seorang ayah yang tergolong maju karena telah menyekolahkan anak-anak perempuannya meski hanya sampai umur 12 tahun, tetap saja pintu untuk ke sana tertutup. Kartini sangat mencintai sang ayah, namun ternyata cinta kasih terhadap sang ayah tersebut juga pada akhirnya menjadi kendala besar dalam mewujudkan cita-cita. Sang ayah dalam surat juga diungkapkan begitu mengasihi Kartini. Ia disebutkan akhirnya mengizinkan Kartini untuk belajar menjadi guru di Betawi, meski sebelumnya tak mengizinkan Kartini untuk melanjutkan studi ke Belanda ataupun untuk masuk sekolah kedokteran di Betawi.

Keinginan Kartini untuk melanjutkan studi, terutama ke Eropa, memang terungkap dalam surat-suratnya. Beberapa sahabat penanya mendukung dan berupaya mewujudkan keinginan Kartini tersebut. Ketika akhirnya Kartini membatalkan keinginan yang hampir terwujud tersebut, terungkap adanya kekecewaan dari sahabat-sahabat penanya. Niat dan rencana untuk belajar ke Belanda tersebut akhirnya beralih ke Betawi saja setelah dinasihati oleh Nyonya Abendanon bahwa itulah yang terbaik bagi Kartini dan adiknya Rukmini.

Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan studi menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon, Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. “…Singkat dan pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya sudah akan kawin…” Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah membuka pintu kesempatan bagi Kartini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.

Saat menjelang pernikahannya, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa. Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku (yang kemudian kita kenal dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang”).

Perubahan pemikiran Kartini ini menyiratkan bahwa dia sudah lebih menanggalkan egonya dan menjadi manusia yang mengutamakan transendensi, bahwa ketika Kartini hampir mendapatkan impiannya untuk bersekolah di Betawi, dia lebih memilih berkorban untuk mengikuti prinsip patriarki yang selama ini ditentangnya, yakni menikah dengan Adipati Rembang. Kartini meninggal di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 (pada umur 25 tahun).


Read more



Seorang filsuf Yunani, sebagaimana dikutip oleh Gie mengatakan :
"Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda."

Meninggal di usia muda, mungkin bagi beberapa orang berarti semakin sedikit waktu bersama dengan mereka yang kita sayangi atau semakin sedikit waktu kita untuk berbuat sesuatu bagi kehidupan yang lebih baik. Namun meninggal di usia muda membuat kita tidak banyak melakukan perbuatan yang tercela. Menurut hasil penelitian, usia seseorang dikatakan muda dalam arti umur produktif adalah umur 15 dan berakhir di usia 35 tahun. Berikut ini beberapa orang yang meninggal di usia muda.



1.  Thomas Mattulessy / Kapitan Pattimura (1783 – 1817)


Thomas Mattulessy atau juga dikenal dengan nama Kapitan Pattimura adalah pahlawan Ambon dan merupakan Pahlawan Nasional Indonesia. Ia lahir di Hualoy, Seram Selatan, Maluku, 8 Juni 1783.

Menurut buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.

Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC, Kapitan Pattimura pernah berkarier dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris, sampai akhirnya pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda yang kemudian menetapkan kebijakan-kebijakan yang merugikan masyarakat Maluku. Kata “Maluku” berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja. mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan.

Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal tidak. Menurut Sejarawan Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.

Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan “kapitan” yang melekat pada diri Pattimura itu bermula. Kapitan Pattimura meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 (pada umur 34 tahun).


Next » Mereka Yang Meninggal di Usia Muda (2)
Read more

15 February 2013

Prinsip dasar kamera obscura


Teori yang dilahirkan Al-Haitham juga mampu mematahkan teori penglihatan yang diajukan dua ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. 

Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia bisa melihat karena ada cahaya keluar dari mata yang mengenai objek. 

Berbeda dengan keduanya, Ibnu Haitham mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bisa terlihat.

Secara detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri. 

Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil penelitian Al-Haitham itu lalu dikembangkan Ibnu Firnas di Spanyol dengan membuat kaca mata.

Dalam buku lainnya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul “Light dan On Twilight Phenomena”, Al-Haitham membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana.

Menurut Al-Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk timur. Warna merah pada senja akan hilang apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Ia pun menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.

Al-Haitham juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu digunakan para saintis di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Sayangnya, hanya sedikit yang terisa.
Bahkan karya monumentalnya, “Kitab Al-Manazhir”, tidak diketahui lagi keberadaannya. Orang hanya bisa mempelajari terjemahannya yang ditulis dalam bahasa Latin. (rep)
Read more

Prinsip dasar kamera obscura

Setelah itu, Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada  1665 M.  

Setelah 900 tahun dari penemuan Al-Haitham, plat-plat foto pertama kali digunakan secara permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura. Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827.

Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean. Dia mengembangkan plat-plat dalam perjalanan kamar gelapnya—yang dikonversi gerbong. 

Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan Al-Hitham dengan baik sekali. Eastman menciptakan kamera kodak. Sejak itulah, kamera terus berubah mengikuti perkembangan teknologi.

Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat pesawat terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia  II kamera obscura juga digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio. Begitulah penciptaan kamera obscura yang dicapai Al-Haitham mampu mengubah peradaban dunia. 

Peradaban dunia modern tentu sangat berutang budi kepada ahli fisika Muslim yang lahir di Kota Basrah, Irak itu. Al-Haitham selama hidupnya telah menulis lebih dari 200 karya ilmiah. Semua didedikasikannya untuk kemajuan peradaban manusia.  

Sayangnya, umat Muslim lebih terpesona pada pencapaian teknologi Barat, sehingga kurang menghargai dan mengapresiasi pencapaian ilmuwan Muslim di era kejayaan Islam.

Sejarah Sang Penemu Kamera Obscura
Tahukah anda, kata kamera yang digunakan saat ini berasal dari bahasa Arab, yakni qamara?  

Istilah itu muncul berkat kerja keras Al-Haitham. Bapak fisika modern itu terlahir dengan nama Abu Ali Al-Hasan Ibnu Al-Hasan Ibnu Al-Haitham di Kota Basrah, Persia, saat Dinasti Buwaih dari Persia menguasai Kekhalifahan Abbasiyah.

Sejak kecil Al-Haitham dikenal berotak encer. Ia menempuh pendidikan pertamanya di tanah kelahirannya. Beranjak dewasa ia merintis kariernya sebagai pegawai pemerintah di Basrah. Namun, Al-Haitham lebih tertarik untuk menimba ilmu dari pada menjadi pegawai pemerintah.

Setelah itu, ia merantau ke Ahwaz dan metropolis intelektual dunia saat itu, yakni Kota Baghdad. Di kedua kota itu ia menimba beragam ilmu. Ghirah keilmuannya yang tinggi membawanya terdampar hingga ke Mesir.

Al-Haitham pun sempat mengenyam pendidikan di Universitas Al-Azhar yang didirikan Kekhalifahan Fatimiyah. Setelah itu, secara otodidak, ia mempelajari hingga menguasai beragam disiplin ilmu seperti ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, fisika, dan filsafat.

Secara serius dia mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Beragam teori tentang ilmu optik telah dilahirkan dan dicetuskannya. Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Konon, dia telah menulis tak kurang dari 200 judul buku.

Dalam salah satu kitab yang ditulisnya, Alhazen—begitu dunia Barat menyebutnya—juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam. Ia pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi.

Keberhasilan lainnya yang terbilang fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra penglihatan manusia secara detail. Tak heran, jika 'Bapak Optik' dunia itu mampu memecahkan rekor sebagai orang pertama yang menggambarkan seluruh detil bagian indra pengelihatan manusia. Hebatnya lagi, ia mampu menjelaskan secara ilmiah proses bagaimana manusia bisa melihat.
(rep)

Kamera Obscura, Penemuan Saintis Muslim yang Melegenda (3-habis)
Read more


Prinsip dasar kamera obscura

Surat kabar terkemuka di Inggris, The Independent, pada edisi 11 Maret 2006 sempat menurunkan sebuah artikel yang sangat menarik bertajuk ''Bagaimana para inventor muslim mengubah dunia?'' 

The Independent menyebut sekitar 20 penemuan penting para ilmuwan Muslim yang mampu mengubah peradaban umat manusia, salah satunya adalah penciptaan kamera obscura.

Kamera merupakan salah satu penemuan penting yang dicapai umat manusia. Lewat jepretan dan bidikan kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. 

Teknologi pembuatan kamera, kini dikuasai peradaban Barat serta Jepang. Sehingga, banyak umat Muslim yang meyakini kamera berasal dari peradaban Barat.

Jauh sebelum masyarakat Barat menemukannya, prinsip-prinsip dasar pembuatan kamera telah dicetuskan seorang sarjana Muslim sekitar 1.000 tahun silam. Peletak prinsip kerja kamera itu adalah seorang saintis legendaris Muslim bernama Ibnu Al-Haitham. Pada akhir abad ke-10 M, Al-Haitham berhasil menemukan sebuah kamera obscura.

Itulah salah satu karya Al-Haitham yang paling menumental. Penemuan yang sangat inspiratif itu berhasil dilakukan Al-Haithan bersama Kamaluddin Al-Farisi. Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. 

Penemuan itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar.

Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai ''ruang gelap''. 

Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Teori yang dipecahkan Al-Haitham itu telah mengilhami penemuan film yang kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.

"Kamera obscura pertama kali dibuat ilmuwan Muslim, Abu Ali Al-Hasan Ibnu Al-Haitham, yang lahir di Basra (965-1039 M),'' ungkap Nicholas J Wade dan Stanley Finger dalam karyanya berjudul “The eye as an optical instrument: from camera obscura to Helmholtz's perspective”.

Dunia mengenal Al-Haitham sebagai perintis di bidang optik yang terkenal lewat bukunya bertajuk “Kitab Al-Manazir” (Buku optik).

Untuk membuktikan teori-teori dalam bukunya itu, sang fisikawan Muslim legendaris itu lalu menyusun “Al-Bayt Al-Muzlim” atau lebih dikenal dengan sebutan kamera obscura, atau  kamar gelap.

Bradley Steffens dalam karyanya berjudul “Ibn al-Haytham: First Scientist” mengungkapkan bahwa Kitab Al-Manazir merupakan buku pertama yang menjelaskan prinsip kerja kamera obscura.

"Dia merupakan ilmuwan pertama yang berhasil memproyeksikan seluruh gambar dari luar rumah ke dalam gambar dengan kamera obscura," papar Bradley.

Istilah kamera obscura yang ditemukan Al-Haitham pun diperkenalkan di Barat sekitar abad ke-16 M. Lima abad setelah penemuan kamera obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh pemikiran Al-Haitham mulai mengganti lobang bidik lensa dengan lensa (camera).

Setelah itu, penggunaan lensa pada kamera obscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (1535–1615 M). Ada pula yang menyebutkan bahwa istilah kamera obscura yang ditemukan Al-Haitham pertama kali diperkenalkan di Barat oleh Joseph Kepler (1571 - 1630 M).

Kepler meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).
(rep)

Kamera Obscura, Penemuan Saintis Muslim yang Melegenda (2)
Read more