Menampilkan semua entri dengan kategori “Photography”




06 May 2013

photo credit by: CubaGallery

Fotografi Makro dapat dilakukan pada objek apa saja. Tanaman, hewan, makanan hingga produk dapat dijadikan sebagai objek untuk menghasilkan sebuah foto makro. Kali ini, kami akan berbagi tips dalam mengambil foto makro secara umum agar Anda dapat menghasilkan foto makro yang lebih baik. Simak langkah-langkahnya berikut ini!

1. Menyiapkan Kamera dan Lensa

Sebenarnya, untuk membuat sebuah foto makro saat ini sangatlah mudah. Jika tidak memiliki sebuah kamera DSLR, Anda juga dapat menggunakan kamera saku dan memilih mode makro pada kamera untuk mengambil foto.
Salah satu lensa makro dari Canon, Canon EFS 60mm F/2.8 macro


Tapi jika Anda pengguna kamera DSLR, untuk membuat sebuah foto makro yang baik, Anda wajib memiliki sebuah lensa makro. Lensa makro memang dibanderol dengan harga yang relatif mahal dibandingkan dengan lensa lain, namun tidak perlu khawatir karena kini ada alternatif yang lebih murah. Anda dapat menggunakan adapter lensa makro atau extension tube tambahan untuk mengubah lensa standard menjadi sebuah lensa makro. Misalnya seperti extension tube bermerek Kenko yang tersedia untuk berbagai jenis kamera yang dapat Anda beli dengan harga sekitar Rp 1,2 jutaan.

contoh adapter lensa untuk fotografi makro

2. Perhatikan Lighting atau Pencahayaan

Semakin dekat ke subjek, pencahayaan akan semakin minim. Begitulah hukumnya dalam fotografi makro. Untuk itu kondisi pencahayaan di sekitar wajib diperhatikan. Pertama yang harus Anda lakukan adalah mengatur ISO serendah mungkin. Sebab pada fotografi makro, gambar yang detil dan bebas ganguan noise adalah yang utama.

photo credit by: @Doug88888

Setelah mengatur ISO ke angka terendah, Anda kemudian dapat mengatur bukaan diafragma kamera ke posisi terbesar. Melakukan pengaturan diafragma akan sangat menguntungkan pada pemotretan makro dengan subjek yang tidak bergerak seperti tanaman atau produk. Karena selain akan mendapatkan lebih banyak jumlah cahaya yang masuk, Anda juga akan mendapatkan efek bokeh (blur pada bagian belakang subjek) yang membuat foto tampil lebih artistik.

Namun jika Anda melakukan pemotretan makro ke objek bergerak seperti hewan, maka pengaturan Speed yang tepat adalah kuncinya. Mengapa? Karena biasanya hewan-hewan kecil seperti semut, lalat, nyamuk, belalang, kupu-kupu dan lain-lain dapat bergerak dengan cepat tanpa kita sadari, sehingga momen yang baik akan hilang begitu saja.

3. Jangan ragu menggunakan alat bantu

Jika Anda memotret makro untuk sebuah produk, kami sangat menyarankan agar Anda melakukannya di dalam studio. Karena dengan menggunakan bantuan lampu studio yang dapat diatur untuk menyala secara continuos akan mempermudah Anda untuk menentukan titik fokus.

Sedangkan untuk pemotretan makro hewan atau tumbuhan yang biasa dilakukan di luar ruangan, Anda dapat menggunakan alat bantu seperti Flash, atau flash khusus untuk foto makro jika kondisi pencayaan kurang mendukung. Kemudian, agar gambar yang dihasilkan dapat tetap tajam, jangan lupa gunakan sebuah tripod saat memotret.

4. Perhatikan Fokus dan mode metering

photo credit by: Gustavo Mazzarollo

Misfokus, atau fokus yang meleset, adalah petaka pada sebuah fotografi makro. Untuk menghindarinya, penggunaan pengaturan fokus secara manual akan lebih efektif dibandingkan dengan mode autofocus. Kemudian agar lebih mudah dan cepat dalam menentukan fokus di mode manual, sebaiknya Anda mengatur opsi metering kamera pada mode Spot metering. Mengapa? Karena penggunaan Spot metering akan membuat kamera menghitung metering pencahayaan hanya di area fokus yang dituju saja.

5. Bersabarlah dan tetap bereksperimen dengan kompisisi

Memotret makro tidak seperti memotret landscape atau potrait. Anda harus memiliki kesabaran ekstra karena pengambilan gambar harus dilakukan sedekat mungkin dengan subjek. Selain perlu kesabaran lebih, kami juga tetap menyarankan agar Anda terus bereksperimen dengan komposisi agar foto makro menjadi lebih baik setiap harinya. Selamat mencoba!! (yangcanggih.com)
Read more

Contoh aspect ratio 1:1


Bagi orang awam, pengaturan aspect ratio di kamera digital seperti belum terlalu diperhatikan. Salah satu sebab, kurangnya pemahaman mengenainya. Lalu apa itu aspect ratio? Aspect ratio adalah perbandingan lebar dan tinggi pada sebuah gambar.

Saat ini ada 6 aspect ratio yang dikenal dalam dunia fotografi diantaranya:

1. 1:1

Aspect ratio berbentuk persegi ini memiliki lebar dan tinggi dengan hitungan sebanding. Sekarang aspect ratio ini kembali banyak digunakan oleh aplikasi foto pada perangkat smartphone setelah Instagram mempopulerkannya. Tapi sebelum populer oleh Instagram, aspect ratio 1:1 merupakan ukuran standar dari kamera Hasselblad yang memiliki ukuran 6x6cm.

2. 5:4

Aspect ratio 5:4 biasanya digunakan pada kamera large format dan kamera yang menggunakan film yang berbentuk lembaran. Kebanyakan ukuran foto yang dihasilkan memiliki ukuran 8×10 inci.



3. 4:3

Media penyiaran TV dan video umumnya menggunakan aspek rasio ini dengan ukuran atau resolusi 640×480 pixel. Kamera bersensor kecil dan kamera saku yang mengusung sistem sensor CCD umumnya menggunakan aspect ratio ini. Tidak hanya itu saja, kamera dengan ukuran sensor four third atau 4/3 dan kamera micro four Third (MFT) juga paling banyak menggunakan format ini. Pada kamera medium format, aspect ratio 4:3 juga dikenal pada kamera medium format “645″ yang sebenarnya merujuk pada ukuran hasil foto berdimensi 6×4.5cm.

Contoh aspect ratio 4:3

4. 3:2

Aspect ratio ini mulai populer dan digunakan ketika Oskar Barnack memutar film negatif menjadi 90 derajat dan menggandakan lebar frame sehingga menghasilkan film negatif berukuran full frame 24x36mm yang sama seperti film yang digunakan kamera format 35mm. Hampir semua DSLR masa kini yang menggunakan ukuran sensor besar menggunakan format 3:2 ini.

5. 16:9

16:9 bukanlah aspect ratio yang sesungguhnya atau lazim digunakan di kamera digital. Tapi bukan berarti aspect ratio ini tidak dapat digunakan. Beberapa fotografer menggunakannya untuk memberikan nuansa sinematik pada hasil foto.

Contoh aspect ratio 16:9

6. 2.35/2.40:1

Ini adalah aspect ratio yang paling lebar dan sangat jarang digunakan pada dunia fotografi. Hal tersebut dikarenakan saat ini belum ada kamera digital yang mendukung aspect ratio ini. Karena memiliki ukuran yang sangat lebar, jika di-crop ke aspect ratio 4:3, maka setengah dari gambar Anda akan terbuang. Aspect ratio ini dapat dijumpai pada film untuk keperluan film layar lebar.

Simulasi komposisi dan aspect ratio

Disadari atau tidak, aspect ratio sebenarnya sangat mempengaruhi komposisi sebuah foto. Dengan memahami aspek rasio maka Anda akan dapat lebih mudah menghasilkan foto dengan komposisi yang lebih baik. Penggunaan aspect ratio yang berbeda mempengaruhi hasil foto dengan komposisi yang berbeda juga. Untuk mempermudah Anda memahami komposisi berkaitan dengan aspect ratio, perhatikan simulasi gambar sederhana berikut ini yang menggambarkan komposisi elemen pada sebuah foto yang digambarkan dengan gambar lingkaran.


Untuk contoh simulasi ini aspek rasio yang digunakan adalah 3:2. Pada komposisi diatas Lingkaran merah berukuran besar merupakan subjek utama.


Pada gambar pertama ini, Anda bisa melihat hasil foto akan tertuju pada satu subyek yaitu lingkaran merah besar karena memang menyisakan banyak ruang kosong disekitarnya. Kemudian lihatlah gambar kedua diatas. Lingkaran warna merah muda berukuran lebih kecil dimasukkan kedalam frame dan berperan sebagai subjek kedua. Pada gambar kedua, frame masih menyisakan ruang kosong di sebelah kanan subyek utama sehingga komposisi masih terlihat kurang seimbang.


Pada gambar ketiga, frame diisi lagi dengan beberapa lingkaran merah yang berwarna lebih muda. Lingkaran ini ditempatkan di sekitar lingkarah merah Subjek utama dan lingkaran merah muda subjek kedua. Hasilnya masih terlihat sedikit kurang seimbang meningat masih banyak sisa ruang kosong.


Nah pada gambar keempat ini, frame dipenuhi dengan lingkaran yang lebih kecil dan mengisi kekosongan disekitarnya. Dengan begitu komposisi terlihat menjadi penuh dan seimbang. Jika ditambahkan lagi sebuah lingkaran berwarna biru di samping subyek utama, lingkaran biru itu tidak akan mengganggu subyek utama dan peran lingkaran biru serta lingkaran merah muda berukuran kecil lainnya tetap terbatas sebagai pengisi frame.

Simulasi di atas dibuat untuk membantu Anda agar dapatlebih mudah memahami penempatan subjek dan pengaturan komposisi dalam sebuah frame. Tentu ini hanyalah sebuah teori dan cara terbaik untuk memahaminya adalah dengan memotret sebanyak-banyaknya dengan memperhatikan komposisi.

Aturan komposisi pada fotografi pada umumnya berpegangan pada aturan 3/4 atau yang lebih dikenal dengan "The Rule Of Third". Tapi sesungguhnya untuk menghasilkan sebuah foto dengan komposisi yang baik, Anda dapat melewati batasan dan aturan tersebut. Jadi cobalah untuk bereksperimen mengambil banyak foto dan bandingkanlah hasil foto Anda sebelum dan sesudah Anda memahami teori komposisi yang berkaitan dengan aspek rasio ini. Selamat mencoba! (yangcanggih.com)
Read more

Pencahayaan di dalam gua Sungsot, Vietnam ini bertujuan untuk menguatkan
kesan dimensi (dok. Enche Tjin)

Fotografi adalah medium yang berbentuk dua dimensi karena hanya memiliki dimensi panjang dan lebar saja. Tapi dunia yang ditangkap oleh kamera berbentuk tiga dimensi, yaitu memiliki panjang, lebar dan kedalaman.

Untuk membuat kesan tiga dimensi pada foto, kita dapat menggunakan beberapa teknik fotografi.

Bukaan Lensa

Pertama adalah dengan mengunakan pengaturan bukaan/diafragma lensa yang besar. Tujuannya adalah untuk menyempitkan ruang tajam.

Akibatnya bagian yang tidak fokus pada foto akan perlahan-lahan menjadi kabur seiring dengan jaraknya menjauh dari titik fokus. Transisi dari bidang yang tajam/fokus dengan yang blur membuat kesan tiga dimensi.

Batasan pengaturan lensa ini sangat tergantung kepada lensa yang terpasang. Lensa standar zoom 18-55mm, biasanya hanya memiliki batasan bukaan yang tidak terlalu besar.

Untuk memaksimalkan teknik ini, dibutuhkan lensa dengan bukaan yang lebih besar, terutama lensa yang dapat membuka sampai f/1.4, f/1.8 atau setidaknya f/2.8. Semakin kecil angka f-nya, semakin besar bukaannya.

Lensa Lebar

Lensa lebar adalah lensa berjarak fokus kurang lebih 16-35mm di kamera full frame atau 10-24mm di kamera bersensor APS-C (sebagian besar kamera DSLR yang tersedia di pasar). Lensa lebar memiliki sifat membesarkan apa yang dekat dan menjauhkan apa yang jauh.

Akibatnya adalah pemandangan terlihat lebih tiga dimensi. Sebaliknya jika mengunakan lensa telefoto, pemandangan yang terbentuk akan terkesan dua dimensi, karena sifat lensa telefoto adalah menjauhkan apa yang dekat dan mendekatkan apa yang jauh.

Lensa lebar (17mm) digunakan untuk memberikan kesan dimensi. Perahu yang dekat berukuran
besar, dan semakin jauh semakin kecil

Lighting

Arah cahaya sangat menentukan bagaimana bentuk subjek dalam foto. Untuk membuat kesan tiga dimensi, saya akan mengarahkan cahaya dari samping subjek foto.

Jika saya mengunakan cahaya dari depan, maka cahaya akan menerangi bagian depan subjek akibatnya, foto terkesan datar, dua dimensi.

Sebagai latihan coba siapkan sebuah subjek yang berbentuk bulat, contohnya jeruk. Lalu sinari jeruk tersebut dengan lampu dan cobalah untuk memindahkan lampu itu mengelilingi jeruk tersebut sambil mengamati secara seksama perubahan bentuk jeruk yang timbul karena cahaya dan bayangannya.

Ketika posisi lampu berada di samping subjek, kita mendapatkan bentuk tiga dimensi. Sedangkan jika kita menyinari jeruk dari depan, semua bagian jeruk akan terang secara merata tapi bentuknya datar.

Bayangan bukan sesuatu yang harus dilenyapkan di dalam foto karena bayangan memberikan kesan kedalaman, suatu dimensi yang penting dalam membuat foto berkesan tiga dimensi.

Di alam bebas, kita tidak dapat mengatur pencahayaan. Tapi kita dapat menunggu sampai arah sinar matahari berada agak turun, seperti di pagi hari atau sore hari. Sedangkan di dalam ruangan/studio, kita bisa bebas menentukan arah lampu.

Foreground

Untuk memberikan kesan yang lebih berdimensi lagi, terutama saat memotret pemandangan, carilah sesuatu di depan pemandangan, contohnya batu-batuan, pohon, dedaunan, batang kayu dan lain-lain.

Dengan memasukkan latar depan, kita dapat memberikan kesan dimensi. Saat mencari foreground, kita harus berhati-hati karena tidak semua foreground itu bagus dan sesuai untuk pemandangan yang ada.

Jika foreground yang ada di sekitar lokasi tidak mendukung misalnya kurang bagus atau tidak cocok, sebaiknya tidak memaksakan untuk memasukkan elemen ini.

Kombinasi dari ke semua teknik di atas akan memberikan foto terkesan lebih tiga dimensi dan lebih nyata sesuai dengan bagaimana mata manusia memandang dunia.

Tidak semua foto yang bagus terlihat tiga dimensi, namun, artikel ini dapat membantu jika Anda ingin mengoptimalkan teknik dan pengaturan untuk mendapatkan hasil tiga dimensi yang maksimal.



Enche Tjin - detikinet
Read more

28 April 2013

Ilustrasi (Info Fotografi)

Setiap lensa ada kastanya, baik lensa zoom, telefoto dan fix. Tulisan ini mungkin bisa memberi sedikit panduan bagi yang pusing memilih lensa Canon yang jumlahnya puluhan.

Saya tidak membahas semua lensa di sini, terutama lensa-lensa khusus (macro, tiltshift dll), tapi lensa-lensa umum seperti zoom dan fix cukup banyak yang saya tulis di sini. Lensa lama juga saya tidak ulas karena kebanyakan tidak diproduksi lagi.

Ada dua jenis lensa Canon berdasarkan diameternya, yaitu EF-Sdan EF: Lensa EF-S, sesuai dengan singkatannya 'S' yang artinya small, berdiameter lebih kecil dari lensa EF sehingga hanya dapat mencakupi sensor berukuran APS-C. Sebagian besar kamera DSLR Canon yang beredar bersensor jenis APS-C.

Lensa EF berdiameter lebih besar dari lensa DX sehingga dapat mencakupi sensor berukuran APS-C dan juga full frame yang ukuran fisiknya setara film 35mm.

Ada juga lensa berlabel seri L, yang biasanya ditandai dengan fisik lensa yang berwarna putih atau/dan lingkaran merah. Lensa seri L ini berkualitas tinggi dan biasanya memiliki bahan bodi yang tahan air dan debu. Semua lensa seri-L adalah lensa EF, cocok untuk semua kamera DSLR Canon EOS.

Lensa-lensa di bawah ini cocok dipakai untuk kamera DSLR Canon EOS yang masih diproduksi sampai hari ini. Untuk harga, hanya perkiraan saja, untuk tepatnya periksa ke toko-toko kamera kesayangan Anda.

1. Lensa zoom standar (EF-S)

* Canon 18-55mm f/3.5-5.6 IS: Biasanya dipaketkan dengan kamera tingkat dasar (1100D, 650D). Estimasi hargaRp 1.25 juta.

* Canon 18-135mm f/3.5-5.6 IS: Biasanya dipaketkan dengan kamera tingkat menengah/canggih 60D/7D. Lensa ini lebih praktis dari 18-55mm karena rentang fokusnya lebih panjang, cocok untuk jalan-jalan. Estimasi harga Rp 4 juta.

* Canon 18-135mm f/3.5-5.6 IS STM: Adanya STM membuat akuisisi fokus lebih mulus saat merekam video.

* Canon 15-85mm f/3.5-5.6 IS: Sedikit lebih lebar jarak fokusnya tapi lebih pendek, sisi lebarnya lumayan bagus untuk buat foto landscape yang lebih dramatis. Kualitas foto dan ketajamannya setingkat dari kedua lensa di atas. Kualitas lensa juga lebih kokoh. Estimasi harga Rp 6.6 juta.

* Canon 17-55mm f/2.8 IS USM: Lensa zoom EF-S terbaik, punya image stabilization, ideal buat berbagai jenis fotografi dari acara, pemandangan, portrait, dll. Estimasi harga Rp 9.6 juta.

Rekomendasi: Canon 15-85mm bagus untuk yang mencari lensa jalan-jalan berkualitas yang seimbang dari segi ukuran, harga, kinerja. 17-55mm f/2.8 IS cocok untuk fotografi liputan dan portrait.

2. Lensa zoom standar (EF)

* Canon 24-105mm f/4 IS L: Lensa praktis untuk jalan-jalan, ketika dipasang di kamera full frame, sudut pandangnya mirip 16-85mm f/3.5-5.6 VR. Rp 10.5 juta

* Canon 24-70mm f/2.8L II: Lensa berkualitas tinggi, tajam, kokoh dan gesit, andalan profesional. Rp 20 juta

Rekomendasi: Kalau tidak keberatan dengan harga dan ukuran fisik lensa, 24-105mm dan 24-70mm akan memberikan kualitas foto yang sangat baik.

3. Lensa sapujagat (EF & EF-S)

* Canon EF-S 18-200mm f/3.5-5.6 IS: Lensa sapujagat, praktis bagi orang-orang yang ingin lensa lebar dan tele menjadi satu, sehingga tidak repot ganti-ganti lensa. Harga yang mesti dibayar adalah ukuran lensa lebih besar tapi kualitasnya standar-standar saja. Rp 6.1 juta

* Canon EF 28-300mm f/3.5-5.6 IS USM L: Lensa sapujagat untuk kamera Canon full frame. Sudah cukup berumur dan desainnya terlalu besar. Rp 15 juta

4. Lensa zoom lebar (EF & EF-S)

* Canon 10-22mm f/3.5-4.5: Lensa super lebar yang biasanya digunakan untuk foto pemandangan atau jurnalistik. Kualitasnya bagus. Rp 6.5 juta

* Canon 17-40mm f/4 L: Lensa super lebar yang dirancang untuk kamera Canon full frame, tapi sering digunakan juga di kamera crop karena punya rentang fokal yang cukup praktis. Memuat filter berukuran 77mm. Biasanya dipilih karena harganya yang cukup terjangkau. Rp 7.25 juta

* Canon 16-35mm f/2.8 L II: Lensa super lebar dibuat untuk kamera full frame Canon seperti 5D, 6D, 1D. Cukup praktis dan bisa diandalkan. Merupakan idaman fotografer pemandangan atau jurnalistik. Rp 14.2 juta

Rekomendasi: Lensa Canon EF-S 10-22mm f/3.5-5.6 kualitasnya sangat baik, tapi bagi yang keberatan harganya ketinggian atau membutuhkan bukaan yang lebih besar, alternatifnya yaitu Tokina 11-16mm f/2.8 dan 12-28mm f/4. Untuk kamera full frame, saya merekomendasikan 17-40mm f/4, atau 16-35mm f/2.8.

5. Lensa zoom telefoto (EF-S dan EF)

* Canon EF-S 55-250mm f/4-5.6 IS – Lensa telefoto murah meriah, kualitasnya lumayan dibandingkan dengan harganya. Terkadang dipaketkan dengan pembelian kamera baru. Rp 2.2 juta.

* Canon 75-300mm f/4-5.6 III – Lensa 'murmer' di bawah 2 juta biasanya, kualitas fotonya kurang kontras, tajam dan ada penyimpangan warnanya. Rp 1.5 juta.

* Canon 70-300mm f/4.5-5.6 IS -Kinerja autofokusnya bagus, kualitas foto juga di atas standar karena ada elemen dispersi rendah. Cocok untuk satwa liar, olahraga lapangan. Rp 6.6 juta.

* Canon 70-200mm f/4 L- Kualitas fotonya bagus dan ukurannya tidak seberat yang f/2.8. Harganya juga terjangkau. Namun tidak adanya anti getar (IS) dan bukaan maksimumnya sedang, membuat Anda kesulitan saat memotret di kondisi kurang cahaya. Rp 7.4 juta.

* Canon 70-200mm f/4 IS L – Kualitas fotonya bagus dan ukurannya tidak seberat yang f/2.8. Teknologi anti getarnya sangat baik, bisa meredam getaran hingga 4 stop. Rp 11.1 juta.

* Canon 70-200mm f/2.8 L- Kualitas fotonya bagus dan kecepatan autofokusnya tinggi, tidak memiliki image stabilization, tapi harganya cukup jauh berbeda dengan yang ada IS nya (lensa dibawah). Cocok untuk fotografi aksi seperti olahraga, satwa liar. Rp 12.2 juta.

* Canon 70-200mm f/2.8 IS L II – Lensa paling top, memberikan kualitas foto dan AF yang sangat bagus, biasanya diandalkan oleh profesional. Karena ada IS, lensa ini praktis untuk fotografi di kondisi cahaya gelap atau terang. Jenis fotografi yang cocok antara lain pernikahan, portrait, olahraga, satwa liar Rp 20.3 juta.

* Canon 70-300mm f/3.5-5.6 L IS – Salah satu lensa telefoto seri L terbaru Canon, kualitasnya foto yang dihasilkan bagus dan fisiknya tidak terlalu besar, tapi sayang bukaannya agak kecil dan tidak konstan. Rp. 15 juta. 

* Canon 70-300mm f/4.5-5.6 DO IS – Salah satu dari lensa dengan label DO, yang berarti memiliki ukuran fisik yang kecil dan lebih ringan daripada lensa telefoto seri L lainnya. Rp. 13 juta.

* Canon 100-400mm f/4.5-5.6 IS L – Mencapai 400mm, lensa ini biasanya diminati oleh fotografer satwa liar. Rp 16 juta.

Rekomendasi: Banyak sekali lensa telefoto yang dipunyai Canon. Tapi yang paling terkenal adalah seri 70-200mm nya. Seringkali orang-orang kebingungan untuk memilih salah satunya.

Untuk lebih jelasnya, saya pernah menulis memilih lensa telefoto Canon 70-200mm. Untuk yang ingin berhemat dan memiliki lensa berukuran lebih ringan, 55-250mm f/4-5.6 IS lumayan oke.

6. Lensa fixed/prime (tidak bisa zoom, kecuali pakai kaki) Semuanya bertipe EF

* Canon 24mm f/1.4 II L- Biasanya untuk pemandangan, street photography. Rp 15.5 juta

* Canon 35mm f/1.4 L – Biasanya untuk fashion portrait, prewedding, street photography. 13.2 juta

* Canon 35mm f/2 IS Rp. Sama dengan yang diatas, namun bukaan maksnya lebih kecil, tapi punya anti getar/IS. 8.7 juta

* Canon 40mm f/2.8 STM – Lensa pancake yang ukurannya sangat kecil. Punya motor STM sehingga autofokusnya lebih mulus. Rp 1.5 juta

* Canon 50mm f/1.8 -Lensa fix termurah Canon. Kualitas bodi dan dudukan lensa dari plastik. Lumayan tajam terutama saat memakai f/4-8 Rp. 850 rb

* Canon 50mm f/1.4 – Lensa klasik 50mm Nikon Rp 3.65 juta

* Canon 50mm f/1.2 L- Salah satu lensa yang populer untuk portrait, atau wedding karena bukaannya yang besar mampu membuat latar belakang sangat blur. Rp 14 juta.

* Canon 85mm f/1.8 L- Lensa ini autofokusnya cepat dan hasilnya cukup lembut sehingga cocok untuk portrait close-up atau candid. Rp 3.75 juta .

* Canon 85mm f/1.2L – Lensa spesialis untuk portrait, cuma lebih kontras dan tajam dibanding dengan yang f/1.8 dan latar belakang lebih blur. Rp 21 juta. 

* Canon 100mm f/2.8 Macro ISL – Untuk menangkap detail subjek berukuran kecil, contoh serangga, bunga. Rp 8.2 juta. 

* Canon 135mm f/2 L – Populer untuk foto portrait close-up, fashion. Sulit untuk kondisi cahaya kurang karena tidak ada Image Stabilizationnya. Rp 8.6 juta. 

* Canon 200mm f/2G IS L- Olahraga lapangan, fashion. Rp 55.3 juta. 

* Canon 300mm f/2.8 ISL – Olahraga lapangan, satwa liar, burung. Rp 58 juta. 

* Canon 300mm f/4 IS L – Lensa telefoto alternatif yang lebih murah karena bukaan maksimumnya lebih kecil. Rp 13.3 juta.

Rekomendasi: Beberapa lensa yang menurut saya oke banget yaitu 50mm f/1.2, 85mm f/1.2. 135mm f/2 juga menghasilkan foto yang kontrasnya tinggi dan tajam, tapi sulit makainya kalau kondisi cahaya tidak mendukung (gelap).

Kalau untuk yang dananya terbatas, Canon 85mm f/1.8, 50mm f/1.8 adalah lensa yang hasilnya melebihi harganya. Untuk penggemar makro, Canon 100mm f/2.8 IS L Macro merupakan lensa yang sangat bagus.

Bagi yang ingin mengenal sistem kamera dan lensa, buku Memilih sistem kamera dan lensa akan sangat membantu.



Read more

Ilustrasi (Info Fotografi)

Salah satu elemen visual penting yang sering diabaikan adalah warna. Kebanyakan fotografer pemula hanya terkonsentrasi dengan subjek yang dianggap indah dan menarik. Tapi kurang memperhatikan komposisi warna yang terkandung di dalamnya.

Sebaliknya, seorang seniman biasanya sangat mementingkan komposisi warna. Pelukis misalnya, akan memilih atau membatasi warna-warna yang ada di paletnya.

Kita juga dapat mempelajari dari mereka dengan cara membatasi apa yang kita potret, yaitu dengan cara memilih apa yang masuk ke bingkai, dan apa yang dikeluarkan dari bingkai.

Dalam foto landscape, kita dapat menunggu dengan sabar untuk memperoleh cahaya dan warna yang diinginkan. Misalnya jika kita menyukai warna kuning kemerahan, saat yang tepat untuk memotret adalah saat sunrise dan sunset.

Jika kita menyukai warna biru tua, saat yang tepat adalah twilight hour atau sekitar satu jam sebelum dan sesudah matahari terbit dan tenggelam.

Pertanyaan lanjutannya adalah mengapa membatasi warna? Tujuan utamanya supaya pemirsa tidak terganggu dengan warna yang berbeda dan mencuri perhatian.

Sebagai contoh foto yang saya buat di Marina Bay Sands, Singapura ini memiliki warna dominan biru dan kuning. Warna-warna ini saya dapatkan dengan menunggu beberapa saat setelah matahari terbenam.

ISO 200, f/11, 2.5 detik, 35mm (full frame, 24mm APS-C), tripod

Masih di Singapura, tapi di daerah kota tuanya. Foto ini sangat sederhana, tidak ada yang 'wow' dan subjek utama yang menonjol. Tapi pemandangan ini menarik saya, karena warna biru dan kuning yang kontras dengan warna kuningnya kursi plastik yang bertumpuk. Komposisi warna di kedua foto ini menjadi efek visual yang menarik.

ISO 200, f/11, 1/50 detik, 60mm di full frame, 40mm di APS-C

Ini komposisi yang sebenarnya dilihat melalui mata batin saya



Original article by: infofotografi.com
Read more

Ilustrasi (Info Fotografi)

Infofotografi.com - Mode manual adalah mode yang paling fleksibel untuk merealisasikan efek kreatif fotografi yang dikehendaki. Di mode manual, kita bisa mengendalikan exposure yaitu bukaan lensa, shutter speed, ISO dan pengaturan lainnya.


Lalu, kapan mode manual itu cocok untuk dipakai? Sebelum memutuskan untuk memakai mode manual, sebaiknya mempelajari dulu tentang hukum segitiga emas exposure.

Saya biasanya mengunakan mode manual biasanya saat memotret pemandangan sunset dan sunrise. Kamera saya dudukkan ke tripod dan saya atur kecerahan dengan mengatur shutter speed, sedangkan bukaan dan ISO saya atur supaya tetap. Misalnya f/16 dan ISO 100.

Dalam meliput kegiatan indoor yang cahaya ruangannya konstan/tidak berubah, saya sering mengunakan mode manual. Karena cahaya konstan saya tinggal mengatur exposure yang diinginkan dan memotret tanpa kuatir terang gelap foto berubah-ubah.

Mode manual kembali saya gunakan untuk memotret yang melibatkan lampu kilat, terutama di dalam ruangan. Hal ini karena alat pengukur cahaya/metering kamera, hanya mengukur cahaya lingkungan atau ambient light saja. Sehingga pilihan kamera dengan mode otomatis tidak selalu akurat sesuai dengan apa yg saya inginkan.

Sebagai contoh, metering kamera biasanya berusaha mencari setting supaya cahaya lingkungan terang, sedangkan saat memakai lampu kilat untuk foto produk, still life atau portrait di studio, saya justru tidak menginginkan cahaya ambient masuk ke foto.

Dengan mode manual, saya dengan mudah dapat membatasi cahaya lingkungan untuk masuk ke dalam kamera dengan mengatur shutter speed yang cepat. Contoh 1/250 detik.

Meskipun mode manual sangat fleksibel, tapi ada kalanya kita tidak memiliki waktu yang terlalu banyak untuk mengubah setting kamera. Contohnya seperti saat memotret liputan acara, olahraga dan satwa liar yang mana subjek foto bergerak dengan cepat dan tak terduga. Cahaya yang berubah-ubah juga menyulitkan.

Mode kamera alternatif yang saya gunakan yaitu mode A/Av atau disebut juga mode prioritas apertur. Di mode ini, saya menentukan nilai bukaan kamera saja, dan kamera membantu saya mencari nilai shutter speed yang menghasilkan foto dengan tingkat kecerahan yg tidak terlalu terang atau gelap.

Jika pilihan setting exposure kamera tidak sesuai dengan apa yang saya inginkan. Saya biasa mengunakan fungsi kompensasi eksposur untuk mengatur kecerahan gambar. Nilai positif untuk meningkatkan kecerahan dan nilai negatif untuk menggelapkan.

Dan apabila shutter speed yang dipilihkan kamera terlalu lambat, saya akan menaikkan ISO. Dengan menaikkan ISO, shutter speed otomatis akan meningkat nilainya.

Mode lainnya jarang saya gunakan karena menurut pengalaman saya, mode manual dan aperture priority sudah cukup memenuhi berbagai jenis fotografi yang saya praktikkan.

Untuk foto sunset, kebiasaan saya adalah mengunakan mode manual. ISO 200, f/11, 3 detik.



Read more

Perpaduan aplikasi foto + grafis (dok. Ari Saputra/detikinet)


Akhir-akhir ini semakin ngetren aplikasi ringan dan mudah untuk foto-foto di smartphone. Tidak sekadar mengolah foto untuk menghasilkan gambar atraktif seperti Instagram, melainkan juga aplikasi berbasis grafis seperti instaplace atau instaweather.

Campuran keduanya membuat gambar tidak lagi berdiri sendiri melainkan diperkuat dengan unsur grafis yang provokatif. Alhasil, perpaduan fotografi plus grafis membuat kemasan foto semakin unik dan kreatif.

Bagaimana membuat 'produk' semacam itu tampil menarik?

Pertama, pastikan foto yang dihasilkan sudah menarik sejak pengambilan gambar. Foto tidak hanya dijepret sekenanya. Melainkan tetap memperhatikan cahaya, komposisi, warna, angle dan cerita yang unik.

Dengan menjaga foto tetap berkualitas sejak awal, maka menjadi modal kuat sebelum diberi tambahan unsur grafis.

Kedua, karena akan ditambah unsur grafis seperti ikon dan huruf, pastikan ada bidang kosong sebuah foto untuk diberi unsur grafis tersebut. Sehingga, tata letak (lay out) yang nantinya dihasilkan bakal lebih menarik.

Misalkan dalam sebuah aplikasi menempatkan unsur grafis berada di bawah atau samping kiri, maka fokus cerita berada di atas atau di samping kanan. Sehingga, grafis tidak merusak cerita secara keseluruhan melainkan memperkuat cerita.

Oleh karena itu, sebelum memotret, perlu dipelajari aplikasi tersebut dengan baik. Sehingga segala kemungkinan saat pemotretan dapat diantisipasi, terutama menyiasati letak grafis (lay out).

Ketiga, usahakan antara foto dengan caption di grafis ada kesinambungan cerita. Misalkan foto di dalam sebuah kafe, tentu kurang nyambung bila diberi keterangan cuaca. Atau foto makanan namun tulisannya tentang tempat, pastinya kurang pas.

Keempat, tetap menjepret sebanyak-banyaknya, tidak terpaku pada ketersediaan grafis/layout. Sehingga dengan banyaknya koleksi foto, maka dapat dipergunakan sewaktu-waktu bila ada ide yang sesuai untuk membuat cerita dengan grafis/layout di aplikasi tersebut.

Sebab, terkadang ide memotret dengan ide berupa kata-kata tidak muncul berbarengan. Misalkan menemukan gambar daun yang fotogenik, namun belum menemukan caption yang tepat. Sebaliknya, sudah menemukan caption/tagline yang unik, namun belum menemukan ilustrasi yang pas.


Mau tidak mau, perbanyak koleksi foto dan jangan lewatkan hal-hal menarik lewat begitu saja di depan mata.

Kelima, dengan fitur di smartphone tertentu, coba masukan unsur humor atau joke yang unik dengan coretan tangan. Tambahkan unsur humor supaya tidak terlampau serius dan membuat orang tersenyum.



Read more



Salah satu keterampilan yang dibutuhkan untuk dapat membuat komposisi foto yang bagus adalah kemampuan melihat secara abstrak. Saat saya memotret pantai misalnya, yang saya lihat bukan hanya matahari, batu, air, tapi saya juga melihat bentuk, warna, garis dan hal-hal abstrak lainnya.

Kemampuan menyederhanakan pemandangan yang kompleks merupakan ketrampilan yang penting untuk fotografer yang ingin membuat komposisi foto yang lebih bagus.

Ada beberapa elemen yang penting yang harus selalu kita perhatikan sebelum memotret:

Form/bentuk: Bagaimana bentuk subjek foto? Apakah beraturan atau simetris? Apakah berbentuk segitiga, persegi atau lingkaran? Setiap orang menyukai bentuk tertentu dan setiap orang merespons bentuk secara berbeda. Jadi tidak ada bentuk yang terbaik. Yang penting adalah bagaimana kita menyusun (menempatkan) subjek foto di dalam frame foto.

Garis: Elemen garis mengarahkan mata kita menuju subjek utama. Garis yang lurus mencerminkan ketegasan dan kekuatan, garis lengkung sifatnya lebih lembut dan dinamis. Garis lengkung dapat digunakan untuk mempertahankan pemirsa dalam foto, misalnya foto subjek yang berbentuk spiral.

Gelap terang: Mata pemirsa biasanya melihat ke daerah yang terang terlebih dahulu, dilanjutkan dengan daerah yang gelap. Gunakan fakta ini untuk menuntun mata pemirsa untuk melihat subjek yang ingin ditonjolkan, dan yang mana yang ingin disembunyikan.

Warna: Warna yang hangat seperti merah, kuning, jingga dan yang saturasinya (kejenuhannya) tinggi akan menarik perhatian. Warna yang tidak terlalu pekat atau hitam putih akan meningkatkan perhatian ke bentuk, garis dan gelap terang.

Ada beberapa contoh yang membantu saya mengkomunikasikan apa yang saya lihat saat memotret foto-foto di bawah ini:

Bentuk segitiga pada Candi Plaosan ini menarik perhatian saya

Matahari yang terang, dan bentuk tubuh manusia menarik perhatian mata.

Garis yang terbentuk dari jembatan ini mengarahkan mata ke bagian atas foto

Garis-garis awan dan susunan batu mengarahkan mata ke matahari terbit



Original article by: infofotografi.com
Read more

26 April 2013

Memasukkan elemen manusia ke dalam foto, otomatis memberikan kesan skala pada foto. Tanpa unsur manusia atau hal-hal yang mudah dikenali, pemirsa tidak bisa mengetahui seberapa besar dan luas pemandangan tersebut. 

Misalnya, pendaki gunung akan memberikan gambaran berapa tinggi dan besar gunung yang didaki, orang yang mandi di bawah air terjun memberikan gambaran seberapa tinggi dan megah air terjun, perahu di tengah danau dan sebagainya.

Ada beberapa tips untuk menerapkan komposisi skala ini lebih efektif yaitu:

Pilihlah latar belakang yang relatif bersih/polos. Misalnya di gunung, sawah yang hijau, langit dan laut yang biru. Jangan tempatkan manusia atau hal-hal lain ditengah-tengah pohon-pohon yang beraneka ragam warna dan bentuknya. 

Jangan meletakkan subjek foto terlalu dekat dengan kamera, karena akan membuat latar belakang menjadi terkesan sempit atau kecil. Tidak perlu selalu memasukkan elemen manusia untuk memberikan kesan skala, tapi subjek lain juga bisa, asal mudah dikenali, seperti motor, mobil, rumah dan sebagainya.

ISO 800, f/8, 1/320 detik

Foto diatas ini diambil di Cileunca, sebuah danau di daerah Pangalengan, selatan Bandung. Saat itu hujan deras dan saya menemukan seseorang yang sedang memancing dengan payung yang berwarna cerah. Warna payung yang kontras dengan hijaunya pohon-pohon tinggi di latar belakang yang menarik perhatian saya untuk memotret.

Dengan mengunakan jarak fokus lensa 70mm (46mm di kamera bersensor APS-C), sengaja dibiarkan payung tersebut agak kecil sehingga memberikan kesan skala bahwa alamnya sangat luas dibandingkan dengan payungnya.

ISO 900, f/8, 1/320 detik

Di lokasi yang tidak terlalu jauh, penulis tertarik memotret adegan dimana ada dua orang yang sedang mengamati pemandangan dari sebuah Saung dari atas bukit. Kita memang tidak bisa melihat detail orang-orang tersebut tapi kita bisa merasakan suasananya. Komposisi pohon dan saung yang mengikuti aturan sepertiga (rule of thirds) juga memberikan efek visual yang menarik. (detik.com/infofotografi.com)
Read more


HDR (High Dynamic Range) adalah salah satu teknik olah digital yang digunakan fotografer untuk mengatasi kelemahan image sensor sebuah kamera untuk menangkap dynamic range yang besar antara wilayah yang terang dan gelap dalam suatu pemandangan.

Tujuan utama membuat foto HDR adalah untuk mendapatkan pencahayaan yang seimbang. Misalnya untuk membuat pencahayaan di langit seimbang dengan bumi.

Secara sederhana, teknik ini dilakukan dengan membuat foto pemandangan yang sama dengan nilai exposure (terang gelap) yang berbeda-beda. Dari gelap sampai terang.

Untuk membuat foto HDR, minimal membuat dua foto, tapi jika pemandangannya memiliki tonal terang gelap yang sangat berbeda, saya rekomendasikan membuat lebih dari 3-5 foto.

Foto HDR ini membutuhkan foto subjek yang relatif diam/tidak bergerak, seperti pemandangan, arsitektur, dan still life.

Untuk membuat foto gabungan dengan mengunakan teknik HDR yang bagus, pertama-tama Anda membutuhkan kamera yang bisa kita ubah mode exposurenya, lebih baik lagi jika memiliki mode M (Manual). 

Lalu, Anda membutuhkan sebuah tripod yang kokoh supaya antara satu foto dengan foto lainnya tidak berubah komposisinya.

Lalu untuk mengolah foto HDR, Anda bisa mengunakan software pengolah HDR seperti Adobe Photoshop CS, atau software lainnya seperti Photomatix. Langkah-langkah memotret HDR yaitu:
  1. Tempatkan kamera di tripod.
  2. Pastikan setting White Balance kamera di set ke salah satu preset/manual karena Auto White Balance berpotensi akan mengubah warna dari foto kesatu ke yang lain.
  3. Memotretlah dari yang gelap sampai yang terang. Atur exposure dengan shutter speed. Biasanya saya mengubah shutter speed dari cepat ke lambat. Misalnya, 1/60 detik, lalu 1/30 detik, dan 1/15 detik. Setiap melakukan perubahan setting, potretlah satu gambar.
  4. Masukkan foto-foto tersebut ke pengolah foto HDR.
  5. Atur setting untuk mendapatkan foto HDR sesuai keinginan


Contoh kasus: Memotret HDR foto perayaan Waisak di Candi Borobudur.

Kondisi pencahayaan di patung Buddha sangat terang, sedangkan candinya sendiri lebih gelap, apalagi pengunjung-pengunjungnya. Jika saya mengambil satu foto saja, saya akan mendapatkan patung Buddha terlalu terang, atau Candi Borobodur dan pengunjung yang terlalu gelap. Maka itu, teknik HDR saya terapkan di kondisi seperti ini.

Saya memotret tiga foto dengan setting shutter speed yang berbeda, foto pertama saya buat dengan shutter speed 1/30 detik, yang kedua 1/4 detik dan yang ketiga 1 detik. ISO dan bukaan sama yaitu 200 dan f/4. Tentunya kamera didudukkan di atas tripod.

Beberapa foto dengan terang gelap berbeda untuk digabungkan menjadi satu foto:




Selanjutnya saya menggabungkan ketiga foto dengan software olah foto Photoshop CS, setelah itu saya menyesuaikan setting sesuai keinginan yaitu membuat foto yang terlihat tetap alami.

Tampilan antar muka software Photomerge HDR di Photoshop CS.
Kita dapat menyesuaikan setting penggabungan gambar di sebelah kanan.

Hasil gabungan ketiga foto menjadi foto HDR



Read more

13 March 2013

Built-in flash (Ist.)

Lampu kilat bukan hanya yang terpasang di kamera, tapi masih ada beberapa jenis lain yang populer untuk fotografi. Di sini, saya akan membahas beberapa di antaranya.

Yang pertama adalah lampu kilat built-in (yang terpasang di kamera), lampu kilat eksternal/speedlite dan monobloc/powerpack atau yang sering disebut juga lampu studio.

Lampu Kilat yang Terpasang di Kamera

Kesemuanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Lampu kilat terpasang di kamera adalah yang paling praktis dan gratis, karena hampir semua kamera digital memilikinya. Untuk sekedar mengisi cahaya di daerah bayangan dari jarak dekat, lampu kilat ini cukup handal.

Namun, lampu kilat terpasang di kamera memiliki banyak keterbatasan, antara lain kekuatan dan jangkauannya pendek, menghabiskan daya baterai kamera lebih cepat, melambatkan kinerja kamera saat memotret berturut dan tidak bisa diarahkan. Karena itulah, sulit memperoleh hasil yang kreatif dan menarik dengan mengandalkan lampu kilat yang terpasang di kamera digital. 

Lampu Kilat Eskternal

Untuk mengatasi berbagai keterbatasan lampu kilat built-in, lampu kilat eksternal atau yang sering disebut flash atau speedlite dibuat. Lampu kilat ini menarik daya dari baterai, jadi tidak menguras daya baterai kamera, kekuatannya lebih tinggi, bisa diarahkan ke atas, ke samping, dan beberapa model bisa ke belakang.

Speedlite


Kelebihan lain yang penting adalah bisa dilepaskan. Dengan dipisahkan dari kamera, fotografer lebih bebas mengarahkan cahaya ke subjek. Aksesoris pembentuk cahaya (light modifiers) seperti softbox, payung, juga bisa digunakan untuk membuat sifat cahaya yang berbeda-beda.

Salah satu kelemahan utama dari lampu kilat / speedlite adalah kekuatannya yang relatif terbatas dan kinerjanya yang lebih pelan karena membutuhkan waktu daur (recycling time) beberapa detik setiap pemotretan.

Kekuatan lampu flash yang relatif terbatas sebenarnya sudah bisa diakali dengan meningkatkan nilai ISO. Di masa sekarang, ISO 800 masih memberikan hasil yang lumayan bagus. Karena berukuran kecil, speedlite mudah dibawa-bawa, sehingga populer untuk yang sering motret di lokasi outdoor. Tapi bagi kaum perfeksionis, speedlite tidak begitu memuaskan.

Lampu Studio

Ada juga lampu kilat yang bertenaga lebih besar, yang sering disebut lampu studio, karena lampu-lampu jenis ini memang ukurannya besar dan biasanya ditempatkan di dalam ruang studio.

Lampu jenis ini terbagi dua, monobloc dan powerpack. Lampu monobloc bisa dipakai secara individu dan mendapatkan tenaga langsung dari stopkontak. Sedangkan yang powerpack, biasanya berukuran lebih kecil, dan mendapatkan daya dari baterai powerpack yang berbentuk seperti baterai aki.

Monoblock

Kekuatan, setting kepala lampu kilat akan diatur dari powerpacknya. Fotografer kelas atas yang membutuhkan kekuatan tinggi, berkecepatan tinggi untuk foto berturut-turut, seperti pemotretan fashion misalnya, akan cenderung memilih mengunakan sistem powerpack.

Powerpack kit


Selain itu, ada beberapa keunggulan lain, yaitu adanya lampu modeling, sehingga kita bisa dapat melihat simulasi jatuhnya cahaya dan bayangan. Ukuran dan kekuatan yang besar memungkinkan pemasangan light modifier berukuran sangat besar seperti softbox 80x100cm atau oktabox berdiameter 120cm. Tapi, yang kurang menyenangkan adalah harga sistem lampu studio relatif mahal dan merepotkan untuk dibawa kemana-mana.

Jadi, semua jenis lampu kilat punya kelebihan dan kekurangannya. Penting bagi kita untuk mengenal memanfaatkan kelebihan masing-masing sesuai dengan jenis fotografi yang dilakukan.





Read more